REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Anggota Komisi VIII DPR-RI dari Fraksi PKS Ledia Hanifa menyebutkan masyarakat berhak mendapat kejelasan dan keadilan dalam menanggung biaya haji, jadi bukan sekedar menerima berapa saja keputusan biaya yang harus ditanggung.
"Perlu ada kejelasan dan memenuhi unsur keadilan dalam penetapan biaya haji, masyarakat harus mendapatkan kejelasan itu," kata Ledia Hanifa di Bandung, Selasa.
Dalam pembahasan soal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) selama ini, kata Ledia, pemerintah berulang kali meminta kenaikan biaya haji dengan alasan adanya kenaikan beberapa komponen biaya seperti penerbangan karena terkait kenaikan harga bahan bakar.
Namun DPR sendiri, menurut dia, masih melihat bahwa komponen lain dari BPIH yang selama ini dipakai masih bermasalah. Karena itu, Ledia yang juga anggota Panitia Kerja Pembahasan BPIH mengaku tidak sepakat dengan sistem penetapan BPIH yang diajukan pemerintah selama ini.
"Bagaimana mungkin beberapa kegiatan pejabat Kementrian Agama seperti perjalanan dinas, dimasukkan dalam komponen indirect cost BPIH yang jelas-jelas merupakan kepentingan kerja pejabat itu," kata Ledia.
Ketua Humas Kaukus Perempuan Parlemen RI ini kemudian menegaskan, semua biaya operasional penyelenggaraan haji harus dikeluarkan dari APBN.
"Apa yang disetor oleh jamaah adalah hak jamaah, harus digunakan untuk kepentingan pelaksanaan ibadah haji yang terkait langsung dengan jamaah, jangan dipakai untuk kepentingan pekerjaan yang sudah tercakup dalam tugas pegawai kementrian," katanya.
Beberapa contoh biaya yang masih dibebani pada jamaah, meskipun semestinya diambil dari APBN, kata Ledia, misalnya biaya siskohat, media center, penyusunan dan sosialisasi kebijakan serta image building. Padahal kata dia komponen-komponen ini sah dibiayai dalam APBN serta APBD, bisa dilihat dari daftar belanja Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag.
Sementara soal paspor, Ledia menjelaskan seharusnya jamaah tidak ditarik biaya paspor karena biaya pengurusan paspor itu sendiri sudah tercakup di dalam komponen BPIH.
"Jadi bukan karena jamaah mendapat subsidi pemerintah," katanya.
Ia berharap, dengan merevisi daftar maupun besaran komponen BPIH masyarakat tidak lagi dibebani dengan biaya yang tidak perlu.