REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberian pinjaman RI kepada IMF berupa surat utang senilai 1 miliar dolar AS dinilai menjadi bukti rusaknya memori jangka pendek para pejabat teras negeri ini. Pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, mengungkapkan para pembuat keputusan malah memulihkan citra IMF.
"Dengan cara BI ini, justru pejabat Indonesia sendiri yang memulihkan nama IMF di Indonesia," ungkap Noorsy saat dihubungi, Selasa (10/7). Padahal, IMF sudah memberikan resep yang salah kepada Indonesia untuk pemulihan ekonomi akibat krisis pada 1997.
Selain itu, Noorsy mengungkapkan, Indonesia bukan termasuk negara yang layak untuk memberikan bantuan ekonomi senilai Rp 9 triliun. Posisi utang Indonesia, pemerintah, dan swasta mencapai angka 224 miliar dolar AS. Sehingga, pembelian surat utang bakal mempengaruhi neraca perdagangan.
"Mengapa kita tidak kembali berutang saja kepada Bank Dunia atau Jepang yang akan membuat BI memiliki neraca yang cukup," ungkapnya. Noorsy pun menganggap kredibilitas BI untuk membeli obligasi patut dipertanyakan. Pasalnya, dalam dua bulan terakhir, cadangan devisa Bank Indonesia berkurang 10 miliar dolar AS. Hal ini, kata dia, menunjukkan BI tak punya daya untuk menghadapi para pemain rupiah yang hanya segelintir orang di Singapura.
Oleh karena itu, Noorsy meminta agar komisi XI DPR mempertanyakan alasan pembelian surat utang tersebut kepada Bank Indonesia. Menurutnya, pinjaman berkedok pembelian itu sangat meresahkan sebagian besar masyarakat Indonesia. "Komisi XI harus mempertanyakan alasan logis sampai bisa membeli," tegasnya.