REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA---Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan bahwa pekerja atau buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PHI) apabila pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD saat membacakan putusan pengujian Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimohonkan oleh Andriyani (Buruh PT Megahbuana Citramasindo) di Jakarta, Senin.
Mahfud mengatakan bahwa majelis menyatakan Pasal 169 ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama tiga bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu".
Menurut mahkamah, membayar upah pekerja merupakan kewajiban hukum bagi pengusaha dan merupakan balasan atas prestasi pekerja/buruh yang diberikan oleh pengusaha yang secara seimbang merupakan kewajiban pengusaha untuk membayarnya.
"Kelalaian pengusaha membayar upah pekerja/buruh dapat menimbulkan hak bagi pekerja/buruh untuk menuntut pengusaha memenuhi kewajibannya, dan jika tidak, pekerja/buruh dapat meminta PHK sebagaimana diatur pasal a quo," kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, saat membacakan pertimbangan.
Hamdan mengatakan bahwa tidak membayar upah pekerja tiga bulan berturut-turut adalah pelanggaran serius atas hak-hak pekerja/buruh yang berimplikasi luas bagi kehidupan seseorang pekerja terutama hak konstitusionalnya untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan wajar dalam hubungan kerja.
"Menurut Mahkamah, dengan lewatnya waktu tiga bulan berturut-turut pengusaha tidak membayar upah secara tepat waktu kepada pekerja, sudah cukup alasan menurut hukum bagi pekerja untuk meminta PHK," katanya.
Hamdan mengatakan bahwa hak ini tidak hapus ketika pengusaha kembali memberi upah secara tepat waktu setelah pelanggaran tersebut terjadi.
"Hak pekerja untuk mendapatkan PHK tidak terhalang oleh adanya tindakan pengusaha yang kembali membayar upah pekerja secara tepat waktu setelah adanya permohonan PHK oleh pekerja ke Pengadilan, dengan ketentuan bahwa pekerja telah melakukan upaya yang diperlukan untuk mendapatkan haknya agar upah dibayarkan secara tepat waktu namun tidak diindahkan oleh pengusaha," katanya.
Hal itu untuk melindungi hak-hak pekerja untuk mendapatkan kepastian dan perlakuan hukum yang adil dan hak pekerja untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.
"Mahkamah menilai ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang a quo tidak memberi kepastian apakah dengan pembayaran upah secara tepat waktu
oleh pengusaha kepada pekerja setelah pengusaha tidak membayar upah secara tepat waktu selama lebih dari tiga bulan berturut-turut menggugurkan alasan pekerja untuk mendapatkan PHK," kata Hamdan.