REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- “RPP Tembakau itu tidak wajar, terlalu melebar ke mana-mana dan berpotensi untuk dibatalkan,” tegas Prof DR Yusril Ihza Mahendra, pakar hukum tata negara, dalam Seminar Sehari bertajuk Mengawal Regulasi dalam Rangka Mewujudkan Kelestarian Tembakau dan Kretek sebagai Warisan Budaya, di Hotel Garden Palace, Surabaya, Jawa Timur, Senin (16/7).
RPP yang dimaksud adalah Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Singkatnya disebut RPP Tembakau yang sedang panas diselimuti pro dan kontra.
Yusril menyoroti isi dari draft RPP tersebut yang ternyata ke luar jauh dari produk hukum di atasnya, yaitu UU Kesehatan 36/2009. “Nyatanya RPP Tembakau ini mengatur segala hal, termasuk tata niaga. Ada soal standardisasi mutu tembakau, diversifikasi tanaman tembakau dan sebagainya,” lanjutnya.
Di hadapan sekitar 200 peserta seminar dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia – Jawa Timur, Yusril mengatakan, seharusnya Kementerian Hukum dan HAM menjadi wasit yang mengawasi apakah semua kementerian sudah mengetahui secara spesifik isi RPP ini.
Hal ini harus dilakukan sebelum menyerahkan draft ini ke presiden. Untuk diketahui, draft RPP Tembakau ini sudah ada di tangan Kementerian Sekretaris Negara. Tidak lama lagi tentunya akan segera berada di tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk ditandatangani.
Sementara itu, peneliti dari FISIP Universitas Indonesia, Syamsul Hadi mengatakan, RPP Tembakau ini sarat pertarungan kepentingan, bukan semata persoalan kesehatan saja, melainkan bagian dari upaya liberalisasi sejak IMF mengatur ekonomi nasional pasca krisis 1998.
“Terkait diversifikasi tanaman tembakau yang ada di RPP, itupun ada dalam dokumen Bank Dunia,” ujarnya. Seperti diberitakan sebelumnya, dalam konteks perang tembakau ini ada kucuran dana miliaran rupiah dari lembaga asing Bloomberg Initiative.
Dana itu mengalir ke sejumlah lembaga pemerintah dan LSM. “Pada akhirnya peran negaralah yang menentukan untuk melindungi petani tembakau. Apakah bermental nasionalis atau mental wani piro?” tutup Syamsul.
Terkait dengan posisi negara, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia APTI Jawa Timur kembali menegaskan penolakan terhadap RPP Tembakau itu. Para petani mengklaim dukungan penolakan itu tidak hanya 100% dari kalangan petani, tapi juga sudah diberikan oleh Gubernur Jawa Timur dan DPRD Provinsi serta DPRD Kabupaten.
Yang menarik di tengah seminar itu, para petani serempak mendaulat mantan Menteri Hukum dan HAM ini untuk membantu petani mengawasi RPP ini. Karena sebelumnya Yusril mengatakan, kalaupun RPP disahkan, masih berpeluang untuk diuji secara hukum di Mahkamah Agung.
“Terbuka bagi kita untuk memberi masukan supaya tidak melabrak aturan yang lebih tinggi dan komitmen pada kepentingan bangsa,” tutup Yusril.