REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Kelompok gerilyawan Mali, Ansar Dine, dapat ikut serta dalam penyelesaian politik yang dirundingkan untuk menyatukan kembali negara Afrika barat yang pecah. Hal ini dapat dilakukan, jika mereka memutuskan hubungan dengan Al Qaidah, kata seorang pejabat senior Uni Afrika (AU), kemarin, seperti dilansir Reuters, Selasa (17/7).
Para pemimpin Afrika dalam KTT Uni Afrika di Addis Ababa mendukung berbagai perundingan untuk membentuk satu pemerintah persatuan nasional di Mali. Di situlah tempat kudeta militer 22 Maret di ibu kota Bamako yang menyebabkan daerah utara negara itu dikuasai kelompok gerilyawan Tuareg.
Sejak itu, kelompok tersebut ada yang bersekutu dengan Al Qaidah. Merekalah yang menghalau kelompok Tuareg dan menguasai sebagian besar gurun di utara itu, termasuk kota-kota utama Gao, Kidal, dan Timbuktu. Mereka termasuk Ansar Dine, satu kelompok Mali yang dipimpin petempur terkemuka Tuareg dan pemimpin politik Iyad Ag Ghali.
AU melalui kelompok regional Afrika Barat ECOWAS meneruskan satu rencana untuk membentuk satu pasukan militer. Dengan dukungan PBB, pasukan militer itu akan melakukan intervensi untuk mengusir para gerilyawan utara dan merebut kembali daerah itu jika perundingan-perundingan itu gagal.