REPUBLIKA.CO.ID, Peristiwa kelam 9/11 dan revolusi rakyat Arab (media dan pengamat Barat menyebutnya sebagai Arab Spring) memopulerkan kembali satu istilah, yakni Islamis (bahasa Inggris: Islamist).
Kata ini kemudian secara luas dipakai oleh media dan pengamat Barat dan mereka yang tidak benar-benar mengenal Islam untuk mendefinisikan agama ini.
Tak ada yang salah dengan kata ini hingga kata tersebut memiliki definisi tersendiri. Menggeneralisasi Islam sebagai sesuatu yang penuh kemarahan dan radikal.
Kata ini sebenarnya pertama kali digunakan oleh para peneliti Islam dari Barat untuk menyebut mereka yang terpengaruh dengan ajaran Islam pada sekitar 1900.
Namun, di awal kemunculannya, kata ini tak berarti apa-apa. Hanya sebuah pilihan kata karena mereka tidak menemukan istilah yang mendekati dan mewakili maksud yang ingin mereka sampaikan. Belakangan, istilah tersebut berkembang maknanya. Sayangnya, hal itu tidak menguntungkan bagi citra Islam.
Sejak peristiwa runtuhnya gedung World Trade Centre di AS dan munculnya kegiatan teroris yang dituding dilakukan oleh Muslim, istilah ini kemudian menggantikan frasa Islam ekstremis. Sejumlah kamus bahasa asing malah mengartikan Islamis sebagai sesuatu yang mendukung atau mengadvokasi Islam fundamentalis.
Oxford Encyclopedia of the Islamic World misalnya, membuat istilah Islamis bertambah maknanya sebagai konotasi dari kuasi kriminalitas. “Istilah ini disebutkan di media utama Barat, Islamis digunakan untuk menjelaskan mereka yang ingin membangun negara Islam dengan cara-cara kekerasan.”