REPUBLIKA.CO.ID, Sementara itu, dalam Encyclopedia of Religion edisi kedua, Azim Nanji menyatakan, Islamis adalah kata yang digunakan untuk mengekspresikan kata radikal.
Namun, relevansinya dengan politik kontemporer dan peristiwa keagamaan yang terjadi belakangan ini tidak sepenuhnya dapat dibuktikan.
“Kata ini akhirnya akan menjadi keliru dan memberi batasan dalam mengekspresikan Islam di dunia modern,” jelas Nanji.
Para praktisi Islam pun mulai intens menggunakan istilah ini. Dalam buku The Islamist yang ditulis Ed Husain misalnya, Islamis digambarkan sebagai mereka yang tergabung dalam aktivitas gerakan Islam, seperti Hizbut Tahrir Britain (HTB) di London Inggris. Atau gerakan seperti Al-Ikhwan Al-Muslimun dan Jamat-e-Islami.
Ed juga menyebut Young Muslim Organisation UK (YMO), Islamic Forum Europe (IFE), Dawatul Islam, Islamic Society of Britain (ISB), Islamic Foundation in Leicester, dan Muslim Council of Britain (MCB) sebagai kelompok Islamis.
Dalam buku tersebut, Ed juga menunjukkan bahwa kelompok-kelompok Islamis adalah ancaman yang jelas berbahaya terhadap negara-negara Barat, terutama negaranya, Inggris. Mereka dianggap sebagai kaum fanatik yang memasuki komunitas Muslim dengan membawa satu agenda, yaitu merusak peradaban Barat dan Islam moderat.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh peneliti di Universitas Kentucky, Ihsan Bagby. “Saya menggunakan istilah tersebut karena saya pikir istilah itu mewakili mereka yang mempercayai bahwa Islam harus memiliki peranan penting di masyarakat,” katanya.
Istilah tersebut, lanjutnya, bahkan sudah menjadi biasa karena digunakan oleh banyak media untuk menjelaskan kelompok militan, ekstremis, dan radikal.