REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat, Senin (13/8), tampaknya masih belum bisa memutuskan kemungkinan pemberlakuan zona larangan terbang di Suriah. Sementara pertempuran bertambah sengit antara pasukan pemerintah dan gerilyawan di seluruh negara itu.
"Yang dapat saya katakan ialah presiden dan timnya belum mengesampingkan semua pilihan sementara kami berusaha mewujudkan, bersama semua mitra kami, dan dengan rakyat Suriah, peralihan politik yang sangat diperlukan di Suriah," kata Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney dalam pernyataan.
Belum lama ini, ada spekulasi mengenai kemungkinan pemberlakuan zona larangan terbang di Suriah, sementara kelompok oposisi Suriah terus menyerukan tindakan semacam itu. Pada Ahad (12/8), setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu di Istanbul, Turki, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton tak memberi jawaban pasti mengenai masalah tersebut.
Hillary hanya mengatakan keputusan semacam itu memerlukan "analisis terperinci dan perencanaan operasi".
Tanpa secara langsung menjawab pertanyaan itu, Carney mengatakan pemerintah Presiden Barack Obama tetap percaya pendekataan saat ini, yang melibatkan sanksi ekonomi keras dan tekanan internasional atas pemerintah Presiden Bashar al-Assad, berada di "jalur yang benar".
"Tapi kami mengkaji semua pilihan, sebagaimana yang anda duga, dan akan terus melakukannya," Carney menambahkan sebagaimana dikutip Xinhua.
Amerika Serikat dan beberapa negara lain Barat telah secara terbuka menyampaikan tuntutan agar Bashar mundur dan menggunakan tindakan ekonomi serta diplomatik guna menekan pemerintah Suriah. Bersama dengan beberapa negara Arab, mereka juga telah sepakat untuk memberi bantuan kepada kelompok oposisi Suriah.
Namun Rusia dan China berkeras setiap rancangan resolusi yang diusulkan mengenai Suriah mesti seimbang dan menetapkan pasal yang mengikat bagi pemerintah dan oposisi. Kedua anggota tetap Dewan Keamanan PBB itu juga telah menentang setiap campur tangan militer terhadap Suriah.