REPUBLIKA.CO.ID, Dalam Islam, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah. Meskipun dalam Alquran, khususnya ayat-ayat yang diturunkan di Makkah (Makkiyah), zakat sudah banyak disinggung.
Namun, secara resmi baru disyariatkan setelah Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah.
Zakat pra-Islam
Menurut Ahmad Azhar Basyir, zakat sudah pernah dilaksanakan sebelum kedatangan agama Islam.
Kegiatan yang dilakukan serupa zakat telah dikenal di kalangan bangsa-bangsa Timur kuno di Asia, khususnya di kalangan umat beragama.
Hal ini terjadi atas adanya pandangan hidup di kalangan bangsa-bangsa Timur bahwa meninggalkan kesenangan duniawi merupakan perbuatan terpuji dan bersifat kesalehan. Sebaliknya, memiliki kekayaan duniawi akan menghalangi orang untuk memperoleh kebahagiaan hidup di surga.
Dalam Alquran, secara tegas disebutkan, setiap nabi dan rasul yang diutus oleh Allah senantiasa memerintahkan umatnya untuk menyembah Allah, mendirikan shalat, serta menunaikan zakat. Lihat Surah Maryam [19] ayat 30-31 dan 55; Surah Al-Anbiya [21]: 73; serta Al-Bayyinah [98]: 5.
Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, dan Ya’qub sudah diperintahkan menunaikan zakat. Begitu pula dengan rasul-rasul lainnya, seperti Musa, Isa, dan Muhammad SAW. Semuanya diperintahkan untuk menunaikan zakat sebagai sebuah syariat yang diwajibkan atas diri mereka dan umatnya untuk menyantuni kaum yang lemah sekaligus membersihkan harta yang mereka miliki.
Tentu saja, masing-masing nabi dan rasul itu berbeda-beda dalam mengeluarkan zakatnya. Ada yang berupa harta milik, harta perniagaan, hasil usaha, ternak, emas, perak, dan lainnya.
Dalam syariat Nabi Musa AS, zakat sudah dikenal, tetapi hanya dikenakan terhadap kekayaan yang berupa binatang ternak, seperti sapi, kambing, dan unta. Zakat yang wajib dikeluarkan adalah 10 persen dari nisab yang ditentukan.