REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI --Warga di sejumlah desa Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, lereng Gunung Merapi saat ini mengalami kelangkaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Kesulitan itu mulai dirasakaan saat memasuki musim kemarau.
Sejumlah warga di Kecamatan Musuk, Kamis (23/8), menyatakan, sejak musim kemarau tiba, sejumlah sumber air yang menjadi andalan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berkurang drastis, sehingga mereka harus membeli air bersih. Menurut Ajik (32) warga Desa Sruni, Kecamatan Musuk, musim kemarau biasanya banyak sumber air yang kering, bahkan ada yang tidak mengucurkan air sama sekali, sehingga sejumlah warga yang mampu terpaksa membeli air bersih.
Namun warga yang tidak mampu harus mencari air yang jaraknya cukup jauh sekitar empat hingga lima kilometer dari permukiman. "Mata air di desa ini sedikit lancar, tetapi jaraknya cukup jauh dari permukiman, sehingga terpaksa harus membeli dengan mobil tangki seharga Rp75 ribu per tangki berisi 6.000 liter," katanya.
Namun, warga di Desa Mriyan atau Sangup yang daerahnya cukup jauh dan medannya agak sulit, harus membeli dengan harga Rp325 ribu per tangki. Menurut dia, warga yang tidak mampu membeli air harus mengambil air dengan jerigen ke sumber air yang jaraknya cukup jauh.
"Saya hingga saat ini sudah membeli air bersih sebanyak lima tangki dengan harga Rp75 ribu/tangki. Setiap tangki isi 6.000 liter mampu untuk memenuhi kebutuhan hingga 10 hari ke depan," kata Ajik.
Menurut dia, air bersih tersebut dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari dan minum lima ekor ternak sapinya.
Selain Desa Sruni, yang mengalami kelangkaan air bersih akibat musim kemarau, antara lain Mriyan, Sangup, dan Lanjaran. Warga di Desa Lanjaran harus menuruni tebing curam dengan cara mengantre untuk mendapat air bersih karena volume airnya terbatas. Sugianto, warga Lanjaran, mengatakan, air bersih sudah sulit diperoleh di desa ini.