Senin 27 Aug 2012 18:52 WIB

Waspadai, Konflik Sampang Bisa Timbulkan Dendam pada Anak

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
  Personel Brimob mengawal sejumlah perempuan dan anak-anak, ketika berlangsungnya evakuasi dari tempat persembunyian mereka, di Desa Karanggayam dan Desa Bluuran, Sampang, Jatim, Senin (27/8). (Saiful Bahri/Antara)
Personel Brimob mengawal sejumlah perempuan dan anak-anak, ketika berlangsungnya evakuasi dari tempat persembunyian mereka, di Desa Karanggayam dan Desa Bluuran, Sampang, Jatim, Senin (27/8). (Saiful Bahri/Antara)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penyerangan warga komunitas Syiah di Dusun Nagkernang, Desa Karang Gayam, Kabupaten Sampang, Jawa Timur dikhawatirkan membawa trauma tersendiri, khususnya bagi anak-anak. Bila tidak segera disembuhkan, bisa jadi trauma psikis ini akan menjadi cikal bakal masalah di masa datang.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi mengatakan trauma mendalam yang terekam alam bawah sadar bisa menyebabkan penyimpangan perilaku anak di kemudian hari. "Sesuatu yang terekam di alam bawah sadar suatu saat akan timbul dan menjadi bibit masalah baru," ujar Seto saat ditemui di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Menteng, Jakarta, Senin (27/8).

Bukan tidak mungkin konflik agama yang terjadi Ahad pagi tersebut menyebabkan anak-anak mengalami penyakit psikis, seperti rasa tidak percaya diri. "Bahkan trauma yang tersimpan bisa berubah menjadi dendam," katanya.

Untuk itu perlu adanya pendekatan penuh cinta terhadap 185 warga yang saat ini mengungsi di Gelanggang Olahraga Remaja (GOR) Wijaya Kusuma, Sampang. Ini dimaksudkan agar korban, terutama para anak tidak terlarut dalam trauma yang bisa menumbuhkan akar dendam.

Beberapa upaya bisa dilakukan, salah satunya dengan mendirikan trauma center. Sebagai langkah awal, kata Seto, anak-anak bisa diajak beraktivitas bermain pasif seperti mendengarkan dongeng atau menonton sulap.

Permainan pasif ini nantinya bisa dikembangkan menjadi permainan aktif dengan motorik halus, misalnya menggambar, mengarang, dan bercerita. Setelah itu, barulah anak-anak bisa diajak permainan aktif dengan motorik kasar, contohnya bermain, melompat, dan teriak. "Anak-anak bisa mengeluarkan stressnya lewat ekspresi," ujar Seto.

 Dengan begini, anak-anak diharap lebih cepat pulih dari dendam akar permasalahan di masa datang.

Tak hanya anak, para dewasa dan orang tua juga memerlukan bantuan serupa. "Harus ada pendekatan bagi orang tua karena yang stress bukan cuma anak," ucapnya. Seto khawatir jika orang tua mengalami gangguan psikis, maka anaklah yang menjadi pelampiasan baik dengan cara atau fisik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement