REPUBLIKA.CO.ID, BANGKALAN -- Kapolres Bangkalan, Madura, AKBP Endar Priantoro, menegaskan, kasus penyerangan rumah warga oleh santri Pondok Pesantren Nurul Hikmah, tidak terkait kasus paham aliran agama Syiah-Sunni, sebagaimana terjadi Sampang.
"Kasus itu sama sekali tidak terkait paham agama, sebagaimana terjadi di Kabupaten Sampang," kata Endar Priantoro, Kamis pagi.
Kasus penyerangan rumah warga bernama Muzammil oleh santri pondok di Bangkalan itu, merupakan persoalan pribadi, antara santri dengan pemilik rumah. Kasus penyerangan rumah warga oleh puluhan santri Ponpes asuhan KH Bustomi itu berawal, saat pemilik rumah memukul dua orang santri yang melintas di depan rumah korban.
Kedua santri korban pemukulan itu lalu menuturkan kejadian itu kepada teman-temannya di pondok pesantren. Secara sepontan, para santri lalu bergerak melakukan aksi solidaritas atas pemukulan yang dilakukan oleh Muzammil tersebut.
"Jadi konteksnya sangat jauh berbeda dengan aksi penyerangan yang terjadi di Sampang, Madura," katanya menegaskan.
Dua santri yang dipukul oleh pemilik rumah itu, bernama Nuris dan Karim dan kini keduanya diperiksa polisi.
Sementara, petugas kepolisian dari jajaran Polres Bangkalan sendiri hingga kini telah memeriksa sebanyak delapan orang terkait kasus perusakan rumah warga oleh santri Ponpes Nurul Hikmah.
Menurut Kapolres Endar Priantoro, kedelapan orang yang diperiksa itu terdiri dari lima orang dari pihak pesantren, satu orang dari unsur masyarakat, dan sebanyak dua orang dari pihak korban. "Kami belum menetapkan tersangka dalam kasus ini, dan masih menunggu hasil penyelidikan tim penyidik," katanya menjelaskan.
Sebelumnya, Ponpes Nurul Hikmah KH Bustomi menegaskan, kasus penyerangan santri pada rumah Muzammil itu bukan atas perintah dirinya, melainkan atas keinginan santri sendiri. Bahkan ia mengaku, mengetahui kejadian penyerangan itu setelah aksi santri berlangsung.