Asy’ariyah
Pandangan teologi Abu Hasan Ali bin Isma’il Al-Asy’ari, pencetus aliran Asy’ariyah, dirumuskan dalam tujuh ajaran pokok.
Ketujuh ajaran pokok ini ia tuangkan dalam kitab “Al-Luma’ Fi ar-Radd ‘ala Ahl Az-Ziyagh wa Al-Bida” (Bekal dalam Menjawab Orang-orang yang Menyimpang dan Melakukan Bid’ah) dan “Al-Ibanah ‘an Ushul Ad-Diyanah” (Uraian tentang Dasar-dasar Agama).
Pertama, sifat Allah SWT. Kedua, kedudukan Alquran. Alquran adalah kalam Allah (firman Allah SWT) dan bukan makhluk dalam arti diciptakan. Karena Alquran adalah perkataan Allah SWT, pastilah Alquran bersifat kadim. Ketiga, melihat Allah SWT di akhirat. Allah SWT akan dapat dilihat di akhirat dengan mata kepala karena Allah SWT mempunyai wujud.
Keempat, perbuatan manusia. Perbuatan-perbuatan manusia diciptakan oleh Allah SWT. Walaupun Al-Asy’ari mengakui adanya daya dalam diri manusia, daya itu tidak efektif. Kelima, antropomorfisme. Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah SWT mempunyai mata, muka, tangan, dan sebagainya, seperti disebut dalam Alquran. Akan tetapi, tidak diketahui bagaimana bentuknya.
Keenam, pembahasan tentang dosa besar. Orang Mukmin yang berdosa besar tetap dianggap Mukmin selama masih beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Ia hanya digolongkan sebagai orang fasik (durhaka). Tentang dosa besar, itu diserahkan kepada Allah SWT, apakah akan diampuni atau tidak.
Ketujuh, keadilan Allah SWT. Allah SWT adalah pencipta seluruh alam. Dia memiliki kehendak mutlak terhadap ciptaan-Nya. Karena itu, Ia dapat berbuat sekehendak-Nya. Ia dapat saja memasukkan seluruh manusia ke dalam surga, sebaliknya dapat pula memasukkan seluruh manusia ke dalam neraka.