Ahad 16 Sep 2012 17:15 WIB

Pemerintah Diminta Tekankan Royalti Freeport

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Dewi Mardiani
Tambang Freeport di Papua
Tambang Freeport di Papua

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia dinilai tak perlu meminta royalti atas PT Freeport Indonesia hingga 10 persen. Pengamat pertambangan Marwan Batubara mengatakan pemerintah cukup menekankan agar royalti perusahaan tambang asal Amerika itu bisa dibayarkan sesuai aturan yang ada.

Dalam peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, Freeport berkewajiban membayarkan royalti sebesar 3,75 persen untuk emas, 4 persen untuk tembaga, dan 3,25 persen untuk perak. Namun, selama bertahun-tahun Freeport hanya membayarkan 1 persen untuk emas; 1,5 persen untuk tembaga; dan 1 persen untuk perak. Freeport membayarkan pajak sebesar 35 persen.

“Tak perlu naikkan royalti hingga 10 persen. Cukup tagih sesuai peraturan dan tidak ada penurunan pajak,” ujar Marwan saat dihubungi, Ahad (16/9).

Ia mengatakan besarnya uang hasil royalti dan pajak jika dibandingkan setara dengan 1:30 atau 1:20. Dalam renegoisasi kontrak karya, Hatta Rajasa sebagai ketua tim perundingan meminta royalti yang lebih besar sebesar 10 persen. Marwan berpendapat jika renegoisasi kontrak mengasilkan kesepakatan menaikkan royalti, namun mengurangi pajak, hal itu akan merugikan Indonesia. “Royalti itu kecil, yang besar itu pajaknya,” ujar dia.

Ia menegaskan pemerintah perlu dengan tegas memberikan batas waktu kapan proses renegoisasi itu akan kelar. Dalam renegoisasi kontrak karya, setidaknya ada enam hal yang dibahas. Poin yang dibahas, yakni luas wilayah perpanjangan kontrak, penerimaan negara termasuk royalti, kewajiban pengolahan dan pemurnian (smelter), kewajiban divestasi, kewajiban penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.

Marwan mengatakan perpanjangan lamanya kontrak karya merupakan hal yang berbeda dalam pembahasan renegoisasi ini. Menurutnya, renegoisasi harus kelar dengan mengabaikan keinginan Freeport untuk memperpanjang kontraknya di Indonesia.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah bersama DPR kompak halam hal renegoisasi kontak. Pemerintah, kata dia harus mengedepankan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi. Ia khawatir ada oknum yang menggunakan momen renegoisasi ini untuk kongkalikong dan melakukan deal-deal tertentu agar bisa menyokong dana yang digunakan untuk kepentingan logistik pemilu 2014.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement