Senin 17 Sep 2012 16:32 WIB

Pengamat: RUU Kamnas Ancam Kebebasan Pers

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Hafidz Muftisany
Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) dinilai mengancam kebebasan demokrasi di Indonesia,  karena dikhawatirkan akan mengebiri kebebasan pers yang sudah berjalan sejak dimulainya era reformasi 14 tahun lalu. RUU ini dinilai akan menjadi ancaman bagi proses demokrasi di Indonesia

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan, dari 57 pasal yang ada di dalam RUU Kamnas itu, ternyata cukup banyak pasalnya yang bersifat pasal karet alias pasal elastis yang multi tafsir. "Pasal tersebut dapat digunakan untuk payung hukum atas tindakan represif negara terhadap rakyatnya, termasuk mengekang kebebasan pers," jelasnya, di Jakarta, Senin (17/9).

 

Diantaranya ada 2 pasal dalam RUU itu, yakni pasal 17 dan pasal 54 yang sangat multi tafsir. Pasal 17 dan pasal 54 sangat membuka celah kebijakan represif yang akan dijalankan negara ini kepada rakyatnya. "Termasuk memberangus demokrasi dan kebebasan di negeri ini dengan dalih menegakkan keamanan nasional yang sedang terancam,”jelas Ray.  

  

Pasal 17 RUU Kamnas menyebutkan  ancaman keamanan nasional di segala aspek kehidupan dikelompokkan ke dalam ancaman militer, ancaman bersenjata dan ancaman tidak bersenjata. Menurut Ray, dengan kalimat utama ’ancaman keamanan nasional di segala aspek kehidupan’ maksudnya siapa saja dapat dinilai sebagai ancaman keamanan nasional terlepas dia bersenjata dan tidak bersenjata.

Ancaman keamanan nasional tanpa definisi yang jelas dan batasan yang tegas saja sudah berbahaya. "Ditambah lagi kata siapa saja yang artinya bisa wartawan, mahasiswa, aktifis LSM, politisi, pegawai negeri bahkan ibu rumah tangga atau siapapun,” beber Ray.

 

Pasal 54 RUU Kamnas menyebutkan, pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem keamanan nasional dilakukan secara berlapis melalui mekanisme pengawasan melekat, pengawasan eksekutif, pengawasan legislatif, pengawasan publik dan pengawasan penggunaaan kuasa khusus.

Artinya, dengan pasal 54 itu maka siapapun di negara ini selalu bisa diawasi kalau memang dinilai mengancam keamanan nasional.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement