REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Indonesia diharapkan mengambil prakarsa internasional memperjuangkan prinsip-prinsip antipenistaan agama (defamation of religions) ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Permintaan itu disampaikan Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan.
Syahganda di Jakarta, Sabtu (22/9) menyatakan keberangkatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir pekan ini ke AS untuk menghadiri dan berpidato di Majelis Umum PBB merupakan momentum di tengah gejolak umat Muslim dunia atas berbagai kasus penistaan agama.
Ia mengatakan Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia perlu menyampaikan hal itu untuk mengarah kepada pengukuhan menjadi resolusi PBB agar dunia terbebas dari model-model penodaan ajaran agama maupun konflik. Upaya itu, katanya, mendesak demi memelihara penghormatan kebebasan beragama sekaligus terciptanya masyarakat dunia yang damai.
"Dengan demikian, heboh penistaan ajaran agama yang kerap berulang baik dalam bentuk karya film, penyebaran kartun, produk tulisan, ataupun lainnya tidak semakin menjadi-jadi di kemudian hari. Karena penghinaan sebuah agama akan selalu melahirkan perlawanan keras dari para penganutnya," katanya.
Ia menyebut pembuatan film "Innocence of Muslims" yang mengundang protes umat Islam telah menimbulkan korban jiwa yang tidak patut pada Duta Besar maupun sejumlah staf kedutaan besar Amerika Serikat di Benghazi, Libya, beberapa waktu.
Belum reda kemarahan umat Islam di berbagai belahan dunia akibat film tersebut, kini muncul potensi kemarahan serupa, melalui pemuatan kartun yang melecehkan keberadaan Nabi Muhammad di sebuah majalah mingguan di Prancis.
Menurut dia, Indonesia berpeluang melobi negara-negara Barat dalam mewujudkan keberhasilan masuknya resolusi antipenistaan agama ke dalam resolusi PBB sehingga dimungkinkan langkahnya mendapat respon positif dari berbagai pihak. "Apalagi Indonesia memiliki hubungan baik dengan kepentingan pihak negara Barat," katanya.
Syahganda mengatakan sebelumnya usulan resolusi antipenistaan agama telah dibahas dalam sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Jenewa, Swiss pada 26 Maret 2009, yang disampaikan Pakistan mewakili 56 negara Islam. Usulan itu menyatakan perlu dituangkan sebagai resolusi PBB guna membangun keseimbangan antara kebebasan dan penghormatan agama.
"Meski diloloskan Dewan HAM PBB, namun dalam pemungutan suara yang dilakukan oleh 47 negara anggota Dewan HAM PBB, usulan tersebut masih terganjal karena tidak mendapat dukungan negara-negara Barat," katanya.