REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi bisa saja menjatuhkan vonis bebas terhadap Miranda Swaray Goeltom jika fakta persidangan tidak cukup kuat untuk menjerat mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu.
"Pengadilan bukan berarti lemah jika membebaskan seorang terdakwa," kata pakar hukum pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji di Jakarta, Senin (24/9).
Indriyanto mengatakan dalam memutus perkara hakim harus mengacu pada fakta persidangan. "Jangan sekali-kali tertekan atau terjebak pada opini publik," katanya.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil bependapat senada. Menurutnya, permasalahan hukum harus dilihat secara proporsional. "Kalau memang fakta persidangan tidak bisa digunakan untuk menjerat terdakwa, hakim bisa memutus bebas. Demikian pula sebaliknya," katanya.
Menurut Nasir, pengadilan Tipikor bukan lembaga algojo yang harus menjatuhkan hukuman tanpa mempertimbangkan fakta-fakta persidangan. Perkara dugaan pemberian suap berupa cek pelawat kepada sejumlah anggota DPR RI dengan terdakwa Miranda S Goeltom akan diputus majelis hakim pada Kamis (27/9).
Miranda didakwa dengan pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 13 UU Tipikor junto pasal 55 ayat 1 dan 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam dakwaan, Miranda diduga terlibat atau ikut serta bersama Nunun Nurbaeti melakukan tindak penyuapan terhadap pejabat negara. Nunun sendiri sebelumnya telah divonis 1 tahun 6 bulan oleh pengadilan Tipikor.
Kuasa hukum Miranda, Andi F Simangunsong, optimistis kliennya divonis bebas karena menilai fakta persidangan tidak ada yang menunjukkan Miranda terlibat atau terkait dengan keberadaan cek pelawat. Dalam dakwaan disebutkan, Miranda ikut dalam pertemuan di rumah Nunun yang merencanakan pemenangan dirinya sebagai Deputi Gubernur Senior BI pada 2004.
Namun dalam persidangan, kesaksian terkait adanya pertemuan itu hanya disampaikan oleh Nunun. Sementara saksi-saksi lain yang disebut hadir dalam pertemuan telah membantahnya. Kesaksian Nunun disebut-sebut sebagai kesaksian tunggal yang dapat membatalkan dakwaan karena di dalam hukum terdapat istilah 'unus testis nulus testis' yang artinya 'satu saksi, bukan saksi'.