REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kalangan buruh telah menyuarakan keinginannya untuk menggelar mogok nasional pada Rabu, (3/10). Pemogokan ini dilakukan demi menyuarakan tuntutan penghapusan sistem kerja kontrak dan alih daya (outsourcing). Aksi mogok itu juga untuk menuntut penghapusan sistem politik upah murah.
Menanggapi wacana tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan dirinya akan bertemu dengan segenap elemen, khususnya para buruh. "Saya mau bicara dengan mereka. Kita harus terbuka karena ini semua demi kepentingan nasional," tutur Hatta kepada wartawan, di Jakarta, Senin (1/10).
Hatta menjelaskan, beberapa waktu lalu dirinya juga menginisiasi pertemuan yang sama. Setelah melakukan pertemuan lebih dari lima jam di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan para buruh dan unsur-unsur lainnya, masalah yang dikeluhkan bisa terselesaikan.
"Jadi, saya kira tidak ada persoalan yang tidak bisa kita selesaikan selama kita semua mau," ujarnya Terkait tuntutan para buruh yang menginginkan agar sistem kerja outsourcing dihapus, Hatta menyebut para buruh telah memahami sistem itu diperlukan.
Meski, Hatta mengakui sistem outsourcing banyak dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan tertentu sehingga seolah-olah kontrak terhadap buruh akan berlangsung terus menerus. "Padahal itu, bisa dalam jangka panjang dan praktiknya memang tidak boleh dalam undang-undang kita," ujar Hatta.
Ia menegaskan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bila dilaksanakan secara konsisten, para buruh tidak akan mempermasalahkannya.
"Tapi, jangan ada pasal itu (pasal 65 dan 66) lalu diberlakukan kontrak, lalu perpanjang lagi dan lagi," kata Hatta. Pemerintah, lanjut Hatta, juga menginginkan agar para buruh memperoleh kepastian. "Begitu pula dengan kalangan perusahaan, masih ada sebagian yang nakal," imbuh Hatta.