Senin 01 Oct 2012 23:03 WIB

Amankan Prabowo, Simpatisan Gugat UU Pilpres ke MK

Rep: Ahmad Reza Safitri/ Red: Chairul Akhmad
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Foto: Antara/Basri Marzuki
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah pendukung Prabowo Subianto, Senin (1/10), menyambangi Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedatangan para pendukung Prabowo tersebut bermaksud mengajukan permohonan uji materi Pasal 9 Undang-Undang 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Kuasa hukum sekaligus pemohon, Habiburokhman, mengatakan yang menjadi persoalan dalam UU tersebut terletak pada frasa 20 persen kursi parlemen dan 25 persen suara sah secara nasional.

Pasal yang diuji adalah Pasal 9 yang mensyaratkan pasangan capres-cawapres hanya bisa diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara sah secara nasional.

Menurut Habiburokhman, ketentuan pasal 9 bertentangan dengan pasal 6 (a) ayat 1 UUD 1945 yang hanya menyebutkan capres-cawapres diusulkan oleh parpol peserta pemilu, tanpa pembatasan berapa persen kursi partai tersebut di parlemen atau berapa persen suara sah partai tersebut secara nasional. "Frasa itu bermasalah," ujarnya.

Ketentuan tersebut, dianggap sebagai pintu masuk lahirnya kartel politik, yaitu kelompok partai politik tertentu yang menguasai politik kekuasan secara bersama atau bergiliran. Sehingga,kata Habiburokhman, tidak memberi kesempatan kepada pihak-pihak lain untuk dapat bertarung memperebutkan kursi kepemimpinan nasional.

Habiburokhman melanjutkan, jika kartel politik merupakan bentuk kolusi antar elite politik yang akan meminimkan kekuatan oposisi, serta melindungi para elite tersebut dari mekanisme akuntabilitas. Meskipun secara hukum kartel politik sulit dibuktikan, namun secara politik kartel politk memiliki daya rusak yang amat besar.

Dengan Presidential Treshold (PT) yang 20 persen, menurut dia, politik Indonesia hanya akan dikuasai oleh pemimpin yang itu-itu saja. Padahal sebagai negara besar dan majemuk, rakyat harus diberi kesempatan untuk memiliki banyak pilihan dalam menentukan pemimpin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement