REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beras impor asal Thailand diduga mengandung arsenik yang bisa membahayakan tubuh. Peneliti Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Kementerian Pertanian, Bram Kusbiantoro mengatakan kandungan arsenik yang terdapat dalam beras dapat bersumber dari tanah tempat menanam padi.
Namun menurut Bram keberadaan arsenik di dalam beras impor asal Thailand harus dianalisis besaran kandungan arseniknya. "Terutama pada tanah yang tercemar limbah," tutur Bram via pesan singkatnya kepada ROL, Rabu (3/10).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Consumer Reports, sebuah majalah yang menerbitkan review dan perbandingan produk dan jasa berdasarkan hasil laporan dan uji coba di laboratorium, beras asal Thailand yang beredar di Amerika Serikat mengandung 2,7 sampai 3,9 mikrogram per 45 gram beras. Padahal, Indonesia sepakat mengimpor beras sebesar satu juta ton dari Negeri Gajah Putih itu.
Ketika ditanya bagaimana dengan beras di Indonesia, Bram menjelaskan saat ini BB Padi bekerja sama dengan BB Pascapanen sedang menganalisis kandungan arsenik pada beras yang berasal dari beberapa daerah. Daerah yang diteliti meliputi Jawa dan luar Jawa.
"Sejauh ini, beras yang ada di pasaran umum di Jawa masih aman dari arsenik," ujar Bram menjelaskan.
Terkait batas aman keberadaan arsenik pada beras untuk di konsumsi, Bram menyebut sampai saat ini belum ada kesepakatan batas aman keberadaan arsenik dalam beras. Untuk tingkat nasional, sedang dibahas di Badan Standardisasi Nasional. Sedangkan di tingkat internasional, juga belum ada kesepakatan.
"Nanti akan dibahas pada Sidang Codex yang akan datang," sebut dia.
Codex Alimentarius Commision (CAC) dibentuk oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO). Codex dimaksudkan untuk menyusun standar pangan yang bersifat internasional sebagai acuan dalam pengembangan standar pangan nasional.