REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Luasnya dukungan masyarakat tak membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa di atas angin. Sebaliknya, KPK meminta masyarakat untuk mendukung secara objektif untuk mendukung pihak penegak hukum yang bertindak secara benar."Kita tidak berpikir seperti itu (sombong)," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnaen saat dihubungi Republika, Ahad (7/10).
Zulkarnan meminta masyarakat untuk mendukung secara objektif, termasuk dengan Polri. Jangan berdasarkan perasaan suka atau tidak suka kepada suatu lembaga."Kita dan Polri ini sama-sama berjuang. Kita ini adalah lembaga yang mengabdi untuk penegakan hukum," katanya.
Namun, jika ada lembaga yang melakukan kesalahan, Zulkarnaen mengatakan tak masalah jika publik mengkritiknya. Hal tersebut merupakan hak warga negara untuk mendapatkan pelayanan yang baik dalam bidang hukum."Yang salah kita ingatkan, yang benar terus kita dukung," kata Zulkarnaen.
Beberapa orang petugas Polri, Jumat (5/10) malam, berupaya menjemput paksa penyidik KPK bernama Novel Baswedan. Penyidik berpangkat Komisaris Polisi itu dituding telah melakukan pelanggaran hukum sewaktu menjadi Kasat Reserse di Polda Bengkul pada 2004 lalu.
Namun, upaya penjemputan paksa itu ditenggarai karena sengketa kasus simulator SIM Korlantas antara KPK dan Polri. Novel sendiri merupakan Kepala Satuan Tugas penyidikan Kasus ini di KPK. Novel juga termasuk dari lima orang anggota Polri yang memilih bertahan sebagai penyidik tetap di KPK. Meskipun, Polri tak lagi memperpanjang masa tugasnya di KPK.
Akibat dari upaya penjemputan paksa itu, masyarakat dari unsur LSM, aktivis anti korupsi, DPR ,hingga pejabat pemerintah memberi dukungan kepada KPK. Mereka melakukan aksi di kantor KPK pada malam itu juga. AKsi dukungan terus meluas pada keesokan harinya, berbagai elemen masyarakat di sejumlah daerah memberikan dukungan KPK.