Rabu 17 Oct 2012 07:23 WIB

Bakal UU Pangan tanpa Terminologi 'Halal'

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Dewi Mardiani
Logo Halal
Logo Halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinamika pembahasan RUU Pangan yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan sempat memunculkan perdebatan antarfraksi di Komisi IV DPR. Perdebatan itu terkait terminologi 'halal' dalam pengertian ketahanan pangan. 

Ada definisi ketahanan pangan dalam RUU Pangan versi Fraksi PPP yang ditolak oleh PDIP. Definisi itu menyatakan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta “halal sesuai dengan yang dipersyaratkan” dan sesuai dengan keyakinan dan budaya masyarakat.

Kala itu, Fraksi PPP dan Fraksi PDIP sama-sama bersikukuh dengan sikapnya terhadap terminologi tersebut. Fraksi PPP ingin mencantumkan terminologi 'halal sesuai dengan yang dipersyaratkan'.  Sedangkan Fraksi PDIP bersikeras menolak terminologi tersebut, karena mengacu pada agama dan kelompok tertentu. 

Setelah dilakukan rapat antara panitia kerja RUU Pangan dengan tokoh lintas agama per 1 Oktober 2012, polemik ini bisa terselesaikan. Puncaknya, pada rapat panitia kerja 15 Oktober 2012, panitia kerja memutuskan perubahan redaksi 'halal yang dipersyaratkan/sesuai dengan keyakinan masyarakat' menjadi 'tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat'.