Jumat 19 Oct 2012 15:44 WIB

Bolehkah Istri Menunaikan Kurban? (1)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Penyembelihan hewan kurban (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Penyembelihan hewan kurban (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah sunah yang dianjurkan, baik kepada Muslim atau Muslimah yang memiliki keleluasaan rezeki.

Pahalanya pun tidak kalah dengan amalan sunah lainnya. Sebuah hadis menyebutkan bahwa bagian tubuh hewan yang dikurbankan akan menjadi saksi kelak di akhirat. Hewan-hewan itu akan bersaksi tentang niat tulus mengurbankan sebagian harta.

Bagi mereka yang mampu, tentu berkurban tidak terlalu sulit. Tetapi, ada sebagian orang yang berhalangan berkurban karena satu atau lain hal. Ada yang tidak bisa kurban lantaran kemampuan ekonomi yang rendah.

Ada pula contoh kasus, seorang istri yang mampu berkurban karena berdikari secara ekonomi. Sementara, di saat yang sama, suami tidak berpenghasilan cukup.

Dalam kasus terakhir ini, bolehkah istri melaksanakan kurban menggantikan posisi suami? Dan apakah kurban yang ia tunaikan itu bisa ditujukan untuk keluarganya?

Prof Abd al Karim Zaidan mengupas persoalan ini dalam bukunya yang berjudul “Al-Mufashal fi Ahkam al-Mar’ati”. Menurutnya, ibadah inti tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.

Siapa pun di antara keduanya, bila dinyatakan mampu berkurban maka hendaknya melaksanakannya. Seorang istri yang berkemampuan secara finansial untuk berkurban, maka ia boleh berkurban. Bila suami tidak mampu maka istri berhak menunaikannya.

Ia dinyatakan boleh berkurban, baik membeli atau menyembelihnya sendiri, atau mendelegasikan tugas itu kepada orang lain. Ia tidak perlu meminta izin suami. Pendapat ini adalah opsi yang disuarakan oleh Ibn Qayyim al-Jauziyyah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement