REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR dari Fraksi PKS, Indra, mendesak pemerintah menindak tegas LSM asing, seperti Rainforest Action Network (RAN) dan Greenpeace, yang selama ini sering melakukan intervensi dan kampanye negatif terhadap produk Indonesia.
Menurut Indra di Jakarta, Selasa (30/10), LSM RAN yang masih beroperasi di luar negeri saja sudah berani memfitnah Indonesia dan jika tidak diantisipasi maka LSM RAN berikut kroni-kroninya seperti Greenpeace, akan semakin mudah mengobok-obok Indonesia.
Untuk mencegah hal itu, ia mengatakan, diperlukan sikap tegas pemerintah. "Tidak lemah seperti yang ditunjukkan saat rapat RUU Ormas. Berkali-kali rapat tapi masih sering menemui 'deadlock', terutama saat mendefinisikan apa itu ormas asing," ujar Indra yang juga anggota Pansus RUU Ormas DPR itu.
Dikemukakannya bahwa upaya untuk melawan komprador asing yang berkedok LSM itu sesungguhnya bisa dilakukan melalui UU Ormas. Dalam RUU Ormas dapat dipertegas aturan terkait bentuk LSM asing yang bertindak layaknya 'mata-mata asing' berbadan hukum yayasan atau perhimpunan.
Indra menjelaskan bahwa definisi ormas asing dari pemerintah adalah LSM berbadan hukum asing yang beroperasi di Indonesia. Sementara DPR menilai definisi tersebut terlalu longgar.
"Definisi pemerintah itu terlalu liberal. Padahal kita sudah 'jebol' di UU tentang Yayasan dimana orang asing bisa mendirikan yayasan di Indonesia. Ini sangat liberal dan saya yakin, pasal di UU Yayasan itu adalah pasal selundupan DPR periode dulu," ujarnya.
Dikemukakan Indra, salah satu LSM asing produk UU Yayasan di Indonesia itu adalah Greenpeace. Oleh berbagai kalangan, LSM yang bermarkas di Belanda itu dituding sering memojokkan Indonesia di panggung dunia dengan modus yang mirip LSM RAN yakni merilis data palsu tentang lingkungan Indonesia. Akibatnya, produk kehutanan Indonesia ditolak di berbagai negara dengan alasan tidak ramah lingkungan.
"Karena itu Greenpeace juga harus dilihat secara utuh dan jangan hanya dilihat ketika mereka mengadvokasi yang terkesan heroik. Lihat juga konstelasi nasional yang berjalan, dimana kayu, sawit, dan produk kehutanan lainnya sering diboikot. Dari situ bisa dinilai," tukasnya.
Senada dengan Indra, anggota Fraksi Hanura DPR Akbar Faisal mengatakan bahwa kelemahan pemerintah itu karena sering membiarkan pihak asing mengobok-obok kedaulatan negara. "Jadi sesungguhnya yang kita butuhkan itu adalah pemimpin yang berkarakter kuat untuk melawan," ujarnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi I yang juga politikus PDIP TB Hasanuddin juga berpendapat sama. Menurut dia, ketidaktegasan pemerintah itu disebabkan tidak adanya kesamaan persepsi menghadapi LSM asing. Padahal, motif di balik serangan LSM asing itu sudah sangat jelas.
Maraknya LSM asing di Indonesia mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Mereka meminta keberadaan LSM asing ini diatur lewat RUU Ormas.
Menurut catatan Kemendagri dan Kemenlu, terdapat lebih dari 150 LSM asing beroperasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 49 diantaranya tidak terdaftar dan 15 lainnya bermasalah, termasuk Greenpeace yang dituding sering melakukan kampanye negatif terhadap produk-produk Indonesia.