REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Tindak kekerasan oleh aparat TNI yang mendera seorang jurnalis foto Riau Pos saat meliput jatuhnya pesawat Hawk 200 bukan yang pertama terjadi pada 2012. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat ada delapan peristiwa serupa yang terjadi pada periode Januari hingga Oktober 2012.
"Dari delapan kejadian itu, sebanyak 23 jurnalis menjadi korban," ungkap Koordinator LBH Pers, Dedi Ahmad saat menyampaikan paparannya di Kantor Kontras, Rabu (31/10).
Beberapa diantaranya, ucap Dedi, adalah aksi kekerasan yang terjadi di Padang, Sumatra Barat dan Halim Perdanakusuma, Jakarta. Keduanya dilakukan oleh aparat TNI terhadap beberapa jurnalis yang tengah menjalankan tugas liputan.
"Rangkaian kejadian itu semakin meyakinkan kami akan budaya kekerasan yang masih terpelihara dalam institusi TNI," jelas Dedi.
Dedi menduga, keterpeliharaan budaya kekerasan tersebut merupakan akibat dari ketiadaan koreksi yang serius dan bermakna. Misalnya, contoh dia, memberikan penanganan hukum terhadap anggota yang terlibat aksi penganiayaan kepada institusi di luar sistem peradilan militer.
Dedi menganggap, sistem peradilan militer merupakan sistem internal yang dibuat untuk kepentingan institusi TNI semata. Mekanisme itu, ungkap dia, tidak bisa memberikan kepuasan dan keadilan bagi korban dan masyarakat umum.
"Terlebih, kami khawatir sistem tersebut hanya menghukum di bawah standar umum di KUHP yang berlaku," papar Dedi.