REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Surplus perdagangan Indonesia bulan September mencapai 552,9 juta dolar. Rinciannya, ekspor September sebesar 15,9 M, impor bulan September 15,35 miliar, ekspor tumbuh 13,21 persen dibandingkan bulan Agustus, dan pertumbuhan impor 11,12 persen.
Anggota LP3E Kadin, Ina Primiana, menyatakan pertumbuhan impor yang lebih lambat dibandingkan ekspor bisa disebabkan karena jadwal produksi di akhir tahun yang sengaja tidak digenjot habis-habisan oleh pengusaha. “Bisa jadi pengusaha sengaja agar produksi turun untuk mengurangi persediaan di akhir tahun sehingga impor menurun,” ujar Ina saat dihubungi, Kamis (1/11).
Menurut dia, rendahnya pertumbuhan impor dibandingkan ekspor merupakan fenomena sesaat. Ia memeringatkan jika pemerintah tidak mengambil kebijakan jangka panjang untuk melahirkan industri bakan baku dan industri pendukung di Indonesia, awal tahun depan impor Indonesia akan mengalami kenaikan lagi.
Badan Pusat Statistik melansir impor bahan paku/penolong mencapai 11.466, 9 juta dolar. Angka itu eningkat 14,86 persen dibandingkan Agustus.
Impor barang modal 2797,8 juta dolar, turun 3,22 persen dibandingkan Agustus yang mencapai 2890. Impor barang konsumsi naik 15,43 persen dari 939,9 juta menjadi 1084,9 juta dolar dibandingkan Agustus.
“Kenaikan impor itu tidak sebanyak bulan-bulan sebelumnya, karena produksi tidak terlalu tinggi di akhir tahun, mengantisipasi stok yang terlalu banyak,” katanya.
Ia mengtakatan, selama Indonesia belum bisa membuat industri bahan baku dan industri barang modal di dalam negeri, kecenderungan pertumbuhan impor akan tetap tinggi. Menurut dia, pemerintah harus memperbaiki kebijakan impor agar neraca perdagangan bisa dijaga dalam jangka panjang.