Senin 26 Nov 2012 06:59 WIB

Tentang Kalam (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ada banyak istilah yang lekat dengan ilmu kalam, yakni ilmu tauhid, ushuludin, ataupun ilmu aqaid.

 

Ilmu ini memang belum dikenal sebagai disiplin ilmu tersendiri pada periode Rasulullah.

Ilmu ini menjadi disiplin tersendiri ketika satu persatu cabang ilmu bermunculan. Tepatnya, ketika pembicaraan soal metafisika dan alam gaib banyak mengemuka di publik.

Sebagai ilmu disiplin kalam berdiri sendiri pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika periode Khalifah al-Ma’mun (218 H), para ulama bermazhab Muktazilah banyak menelaah literatur filsafat.

Sebagian besar referensi itu merupakan hasil terjemahan dari non-Islam. Kondisi tersebut menciptakan suasana baru dalam dinamika ilmu kalam. Sebelum masa al-Ma’mun, kajian kalam lebih dikenal dengan istilah fikih akbar (al-fiqh al-akbar).

Di kalangan Barat, belakangan disi plin ilmu ini lebih dikenal dengan teologi Islam. Ulama yang fokus pada cabang ilmu ini disebut dengan mutakallim. Ada banyak alasan, mengapa cabang ilmu ini dinamakan dengan ilmu kalam.

Alasan itu, antara lain, topik panas yang diperbincangkan pertama kali ialah soal keazalian kalam Allah.

Ke dua, pembuktian kepercayaan agama menyerupai logika dan filsafat. Karenanya, disebut dengan ilmu kalam. Dasar argumentasinya pun kerap bersifat rasional.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement