REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Ratusan tumbuhan jenis asing invasif (Invasive Alien Species) mengancam keberlangsungan keanekaragaman hayati dan ekosistem di Indonesia.
IAS menjadi predator yang mengonsumsi pangan bagi tumbuhan penyebaran asli. Sebanyak 40 jenis IAS berasal dari Indonesia dan 49 lainnya merupakan tanaman pendatang . "Sebanyak 27 jenis dari total 113 IAS ini termasuk dalam spesies yang sangat membahayakan ekosistem," ujar Kepala Badan Litbang Kehutanan, Dr Iman Santoso di Gedung Manggala Wanabakti, Selasa (04/12).
Invasif terjadi melalui beberapa tingkatan. Pertama, adanya perpindahan spesies tumbuhan. Spesies pendatang ini kemudian dikenali oleh tumbuhan tuan rumah dan membentuk koloni. IAS kemudian menyebar dan akhirnya menimbulkan dampak negatif salah satunya adalah punahnya habitat tumbuhan tertentu.
Pengawasan ketat pada proses transportasi dan introduksi akan mengecilkan peluang gempuran spesies asing. Karantina tumbuhan perlu dilakukan untuk merumuskan potensi invasif, baik dari tumbuhan lokal maupun pendatang. "Harus ada agen hayati yang mengimbangi pertumbuhan invasif," ujar Anggota Tim IAS pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Soekisman Tjitrossoedirjo PhD.
Pengendalian tumbuhan IAS paling baik ketika belum banyak tersebar. Ketika potensi invasif terlihat, tanaman yang terindikasi langsung diberantas. Hal ini perlu dilakukan secara menyeluruh mengingat spesies lokal juga mempunyai kemampuan merusak ekosistem.
Dampak invasif terbesar ada pada sektor kehutanan. Di Taman Nasional Baluran, ancaman IAS datang dari tumbuhan lokal berupa jarak merah dengan kemampuannya memproduksi biji yang sangat banyak.
Namun, invasif tumbuhan juga bergantung pada kondisi lingkungan. Contohnya, tanaman akasia yang menyebar di wilayah Indonesia menjadi invasif di negara lain. Kemampuannya menghasilkan biji yang banyak tergolong invasif. Akasia banyak dimanfaatkan untuk bahan baku arang.
Spesies yang terdeteksi invasif di suatu tempat berpeluang besar menjadi predator di tempat lain. IAS menyebabkan kompetensi antar spesies sebaran asli dan pendatang. Spesies sebaran asli mengacu pada tempat bertumbuh, bukan wilayah kenegaraan. "Jangan menanam tumbuhan asing di dalam kawasan hutan. Apalagi tumbuhan yang sudah dinyatakan invasi," tambah Soekisman.