REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masyarakat masih salah tanggap program Corporate Social Responsibility (CSR) yang diposisikan sebagai mesin uang.
''Saya masih temui di daerah,'' tutur Direktur Sustainable Natural Resource Management A+CSR Indonesia Wahyu Aris Darmono dalam diskusi Tren CSR 2013, Rabu (5/12). Persoalan kurangnya pemahaman media akan makna CSR ini menjadi salah satu tantangan pelaksanaan CSR ke depan.
Diakui atau tidak, lanjutnya, masih ada media yang mengharap iklan CSR perusahaan. Sehingga kadang pemberitaan soal CSR hanya ada kala isu mengenai sebuah perusahan berhembus. Tak hanya media, ucap dia, pemerintah daerah juga sering kali tak memahami makna sebenarnya dari CSR. Sampai ada peraturan daerah yang tidak ditujukan untuk mencapai tujuan berkelanjutan CSR.
Serupa dengan masyarakat sipil dan lembaga swadaya masyarakat. Kelompok ini ada yang menyoroti sebuah perusahaan sampai dana CSR cair. ''Perusahaan kadang menjadi seperti mesin ATM bagi LSM,'' ucapnya.
Direktur CSR Astra Agro Lestari, Joko Supriyono mengakui pula ada banyak salah pengertian mengenai CSR. CSR, imbuh dia dianggap sebagai kewajiban, sehingga hanya dijalankan setengah-setengah. ''Padahal bagi perusahaan sawit seperti kami, CSR itu kebutuhan,'' tutur dia.