REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) di gedung MA, Selasa (11/12).
Sidang digelar untuk mengklarifikasi tudingan terlapor mantan Hakim Agung Achmad Yamanie, yang disebut mengubah putusan vonis terpidana gembong narkoba, Hanky Gunawan, dari 15 tahun menjadi 12 tahun.
Tujuh susunan majelis, terdiri Ketua Majelis Paulus Effendi Lotulung, Artidjo Alkostar, dan Mohammad Saleh. Empat majelis lainnya berasal dari KY, yaitu Imam Anshori Saleh, Suparman Marzuki, Taufiqurrohman Syahuri, dan Jaja Ahmad Jayus.
Menurut Ketua Majelis Paulus Effendi, sidang MKH digelar berdasarkan Pasal 11A Ayat 6 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang penentuan sebelum MA dan KY mengajukan pemberhentian hakim, hakim agung sebagai terlapor mempunyai hak untuk membela diri di depan MKH.
Dalam sidang itu, Yamanie lebih banyak berkelit dan mencoba lepas dari tanggungjawab mengubah vonis. Wakil Ketua KY, Imam Anshori Saleh, menuding Yamanie bukan orang yang jujur dan hebat, sebagaimana slogan antikorupsi yang banyak didengungkan baru-baru ini.
"Anda ini Hakim Agung apa robot? Kok diminta mengubah putusan tidak konfirmasi ke Ketua Majelis Hakim," gertak Imam.
Kasus gembong narkoba Hanky Gunawan dipimpin majelis hakim Imron Anwari dan Nyak Pha. Yamanie mencoba melemparkan kesalahan yang diperbuatnya kepada Imron.
Menurut dia, keputusannya mengubah vonis atas dasar perintah Imron Anwari. "Saya percaya karena ada tanda tangan Ketua Majelis," kilahnya.
Mendapat jawaban itu, Imam tampak emosi. "Publik sebagai pemangku kepentingan, meski tidak tahu hukum, punya akal sehat. Karena itu harus di clear-kan semuanya."