REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) di Provinsi Papua dan Papua Barat mengalami peningkatan secara lambat.
“Kalau di Papua pada 2003, angka partisipasi sekolah (APS) masih enam tahun. Pada 2010 sudah mencapai 6,58 tahun,” kata Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan, di kantor Kemendagri, Rabu (12/12).
Namun di Papua Barat, imbuhnya, APS masyarakat lumayan tinggi. Jika pada 2008 masih 7,67 tahun maka dua tahun setelahnya mencapai 9,3 tahun atau lulus sekolah menengah pertama (SMP). Angka itu melampaui rata-rata nasional selama 7,9 tahun.
Upaya pemerintah pusat selama satu dekade terakhir dengan mengucurkan dana otsus sebesar Rp 28,4 triliun untuk Papua. Dana yang ditransfer bagi Papua Barat sejak 2009-2012 sebesar Rp 5,2 triliun. Pemerintah masih menambah dana khusus infrastruktur untuk Papua sebanyak Rp 2,5 triliun dan Papua Barat sebesar Rp 2,2 triliun.
Untuk tahun depan, dalam RAPBN 2013 dana otsus Papua sebanyak Rp 4,3 triliun dan Papua Barat sebanyak Rp 1,8 triliun.
Di bidang perekonomian, persentase penduduk miskin mengalami penurunan, meski masih mengalami fluktuasi. Pada tahun lalu, tingkat kemiskinan Papua mencapai 31,98 persen dan di Papua Barat sebesar 28,53 persen.
“Angka itu jauh lebih tinggi dari persentase penduduk miskin nasional sebesar 12,49 persen,” ujarnya.
Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi mengakui, otsus tidak berjalan maksimal. Dari hasil sensus 2012, jumlah penduduk Papua Barat sebanyak 760.422 jiwa. Adapun persentase penduduk miskin, tahun ini mengalami penurunan menjadi 28,2 persen dari 31,92 persen.
Persebaran penduduk miskin di pedesaan mencapai 39,56 persen yang notabene warga asli, dan di perkotaan hanya 6,05 persen. “Tapi masalahnya Papua Barat menempati urutan kedua provinsi termiskin,” kata Abraham.