REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Kelompok oposisi meminta putaran pertama referendum konstitusi diulang. Oposisi menilai proses referendum ketika pemungutan suara dirusak oleh pelanggaran yang meluas.
Perwakilan dari tujuh kelompok HAM pada konferensi pers, Ahad (16/12), menuding ada beberapa orang yang teridentifikasi sebagai hakim palsu saat pemungutan suara di 10 provinsi, Sabtu (15/12) kemarin.
Selain itu, penghitungan suara dituding tidak disaksikan oleh pengawas. Adanya beberapa wanita yang dicegah untuk memilih pun menjadi alasan mereka agar referendum diulang.
Dewan Nasional untuk HAM juga mengatakan bahwa pembelian suara terjadi di luar Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan beberapa pemantau independen yang berpaling dari TPS.
Untuk itu, sebuah koalisi kelompok hak asasi mengatakan putaran pertama tidak sah dan harus diadakan lagi.
Nevine Mustafa (39 tahun) adalah salah satu orang yang mengklaim dicegah untuk memilih. Mustafa dan perempuan lainnya mengaku hakim yang menjalankan TPS sengaja mengulur-ulur waktu untuk mengusir para pemilih yang menentang rancangan konstitusi Mesir.
Menurutnya, dia sudah menunggu selama 10 jam menunggu untuk pilihannya yang menolak referendum rancangan konstitusi Mesir. "Jalur ini tidak bergerak sejak pukul 8 pagi, sekarang pukul 7 malam. Dia ingin kami bosan dan pergi," kata Mustafa.
Mustafa dan puluhan perempuan lain pun meluncurkan protes. Mereka memblokir jalan dan mencela hakim di distrik Alexandria. Akan tetapi, para petugas pun didatangkan untuk mempercepat proses setelah aksi tersebut.
Klaim pelanggaran meluas terjadi beberapa jam setelah kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) mengklaim bahwa mayoritas orang Mesir memilih rancangan konstitusi. Pihak oposisi juga menuntut presiden Mesir Muhammad Mursi membatalkan referendum karena rancangan itu disahkan oleh kelompok islam majelis Konstituante di tengah boikot oleh anggota sekuler, liberal dan Kristen.
Mereka takut konstitusii akan menggagalkan banyak kebebasan, dari hak-hak perempuan dan kelompok minoritas untuk kebebasan berekspresi dan pengorganisasian tenaga kerja.