REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dilaporkan ke kepolisian gara-gara memutus judicial review Pasal 18 UU Nomor 4 Tahun 2012 tentang APBN-P 2012 membuat Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar geram. Ia heran, setelah gugatan pemohon ditolak, mengapa sekarang mereka melapor ke Mabes Polri.
Akil menegaskan, putusan MK tidak terkait perkara konkret, melainkan memutus norma berlaku yang terkait dengan gugatan pemohon.
“Kalau tidak mengerti perkara di MK mending tidak usah mengajukan perkara,” ceplosnya, Senin (17/12).
Pemohon uji materi tentang Kasus Lapindo di MK, Letnan Jenderal (Purn) TNI Suharto tidak terima dengan keputusan MK. Oleh karena itu, mereka melaporkan sembilan hakim konstitusi ke Mabes Polri lantaran membuat keputusan janggal.
Kuasa hukum Suharto, Taufik Budiman mengatakan terdapat kejanggalan pada keputusan MK yang menolak permohonan gugatan kliennya yang mengatur upaya penanggulangan dampak semburan lumpur Lapindo.
Menurut Taufik, berdasarkan salinan putusan yang diterimanya, ada beberapa keterangan yang patut diragukan keabsahannya. Salah satunya adalah keterangan dari DPR yang yang tiba-tiba muncul, meski selama proses persidangan tidak pernah hadir. Dari keterangan DPR itu, kata dia, MK menolak gugatan kliennya.
Menurut Akil, sangat lucu kalau gara-gara itu pihaknya dilaporkan ke kepolisian. “DPR telah memberikan keterangan secara tertulis,” jelasnya.
MK, kata dia, berhak meminta keterangan kepada semua pihak, termasuk kepada DPR sebab dirasa perlu untuk mengetahui latarbelakang pembentukan UU yang diuji itu.
Kalau di kemudian hari ternyata malah dipermasalahkan lagi, ia menyarankan pengacara yang melaporkannya itu untuk belajar hukum tata negara.
“DPR dan pemerintah bukan pihak berperkara, tapi pemberi keterangan. MK berhak untuk meminta keterangan kepada DPR untuk mengetahui kronologis pembentukan UU,” kata Akil.