REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Iberamsjah, mengatakan tidak etis jika Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD ikut serta memutuskan gugatan perkara uji materil Pasal 18 dan 19 UU No 4/2012 tentang APBN-P 2012. UU itu isinya memuat alokasi APBN-P untuk korban lumpur Sidoarjo.
Hal ini, menurutnya, karena Mahfud sebelumnya telah mengakui dirinya kerap bertemu dengan Aburizal Bakrie (Ical) sebagai pemilik PT Lapindo yang juga Ketua Umum Partai Golkar.
“Tidak etis jika Mahfud ikut memutuskan perkara itu. Hal ini karena baik Mahfud maupun Aburizal sendiri telah mengakui bahwa dirinya kerap bertemu dengan pemilik PT Lapindo, Aburizal Bakrie beberapa waktu lalu. Jelas ada konflik kepentingan di sini,” ujar Iberamsjah dalam pernyataannya, Ahad (6/1).
Dengan keputusan ini, menurut Iberamsjah, maka tidak salah jika masyarakat sekarang berpikir yang mereka khwatirkan terbukti dan bahwa Mahfud dan Ical berniat bergandengan sebagai pasangan capres dan cawapres pada pemilu mendatang.
Terlebih, katanya, Mahfud pun saat ini sudah digadang-gadang bakal menjadi capres atau cawapres meski tidak punya kendaraan politik yang memadai sampai saat ini.
Sebagai seorang hakim terlebih hakim konstitusi, Mahfud, menurutnya, juga seharusnya tahu ada etika yang harus dijaga. Bertemu dengan seseorang yang berpotensi sebagai orang yang berpekara karena yang ditemuinya adalah ketua umum parpol sangat mungkin berperkara di MK tentunya adalah satu tindakan di luar kewajaran.
“Makanya sekarang masyarakat tidak bisa disalahkan kalau berasumsi dan berpikir bahwa putusan ini merupakan setoran atau uang mahar Mahfud kepada Ical untuk maju sebagai cawapres. Putusan ini bisa jadi bukti,” tegasnya.