REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Permintaan pembatalan acara debat Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Sulawesi Selatan (Sulsel) oleh Kepolisian Daerah (Polda) telah disetujui. Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat dan tiga kandidat yang berlaga dalam Pemilukada telah menandatangi perjanjian pembatalan.
Usulan pembatalan muncul karena Polda setempat menilai kondisi keamanan Sulsel tidak kondusif. “Ini bentuk antisipasi kami. Menilik dari peristiwa debat pertama pada Kamis (10/1) yang membuat enam orang terluka, akan lebih baik bila tahap duanya ditiadakan saja,” ,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulsel, AKBP Endi Sutendi pada Republika Senin (14/1).
Menanggapi sikap Polda Sulsel, pengamat kepolisian Indonesia, Bambang Widodo Umar memaklumi langkah kepolisian tersebut. Menurut dia, selama pijakan polisi untuk membatalkan debat masuk akal, maka itu sah-sah saja.
Ia memandang polisi di setiap daerah tentu telah mendalami kondisi setiap daerah tempat mereka bertugas, termasuk kepolisian Polda Sulsel. Sehingga menurut dia, tentu saja keputusan untuk meminta pembatalan debat ini sudah dipikir masak-masak.
“Polisi pasti punya hitung-hitungan, ya tapi kalau sampai ada pembatalan bisa jadi itu bentuk pengakuan bahwa mereka tidak siap,” kata pengamat asal Universitas Indonesia ini pada Republika Senin (14/1).
Bambang melanjutkan, meskipun ada indikasi ketidaksiapan polisi dalam pembatalan ini, ia melihat setidaknya Polda Sulsel sudah melakukan antisipasi.