Jumat 18 Jan 2013 01:14 WIB

Kisah Banjir di Jakarta (III)

Rep: Teguh Setiawan/ Red: M Irwan Ariefyanto
Sungai Ciliwung
Foto: setkab.go.id
Sungai Ciliwung

REPUBLIKA.CO.ID,Pada 1725, bendungan memaksa Sungai Ciliwung mengalirkan airnya ke Westerse Vaart. Namun, ketika curah hujan sedemikian tinggi dan tekanan menjadi sangat kuat, bendungan harus dibuka untuk menghindari kehancuran bendungan. Inilah kali pertama kanal-kanal harus mengalirkan air Sungai Ciliwung dalam jumlah besar.

Seluruh kanal awal yang dibangun un tuk mengontrol banjir, seperti Bacherac htsgracht dan Mookervaart, berorientasi ke sebelah barat kota. Pemerintah Hindia- Belanda relatif baru memikirkan pentingnya kanal di sebelah timur Omelanden untuk mengontrol banjir.

Susan Abeyasekere dalam Jakarta: A History, menunjukkan pada paruh pertama abad ke-19, pejabat dan penduduk Batavia sebenarnya telah terbiasa dengan banjir. Pemerintah Hindia-Belanda hanya berkewajiban melakukan pekerjaan drainase besar ketika telah terjadi banjir besar.

Setelah banjir besar pada 1870, misalnya, pemerintah kota baru bergerak menggali hulu kanal untuk mengalihkan banjir. Pentingnya pembangunan kanal banir barat baru disadari Pemerintah Hindia- Belanda pada dekade kedua abad ke-10. Usulan H Van Breen untuk membangun kanal banjir barat disetujui pada 1917. Kanal mengalihkan air dari selatan Cili wung ke kedua kanal di sebelah barat dan utara dan memasuki Muara Angke.

Di sepanjang pantai utara, Van Breen mengusulkan pembangunan polder. Saat endapan lumpur sedemikian tinggi, pemerintah harus cepat mengeruk. Van Breen juga mengusulkan beberapa pengerjaan kecil untuk meningkatkan kebersihan dan drainase. Beberapa kali disetujui Pemerintah Hindia-Belanda dan dilaksanakan, lainnya tidak.

Pada 1940, WJ van Blommestein me nyusun rencana menyeluruh pembangunan irigasi dan drainase untuk seluruh Jawa Barat. Terdiri atas bendungan dan danau Sungai Citarum untuk pembangkit tenaga listrik, saluran irigasi dekat Cilacap, dan pembangunan tanggul sepanjang Batavia antara Batavia dan Tanjung Priok.

Van Blommestein juga mencantumkan beberapa elemen penting untuk menyuplai air dan drainase yang lebih baik di Batavia. Misalnya, pengerukan kanal, pembangunan instalasi pompa, pintu air, dan instalasi air minum.

Pemerintah Hindia-Belanda telah melakukan banyak cara untuk mengatasi asalah banjir. Tidak semua solusi boleh dianggap gagal karena beberapa yang berhasil. Pembangunan kanal untuk meng alirkan air ke sebelah barat, misalnya, sukses melindungi pusat kolonial dan kawasan Menteng—permukiman elite saat itu.

Namun, pemeliharaan rutin yang diasumsikan untuk mencegah banjir sedini mungkin relatif tidak memuaskan. Gagasan pembangunan polder dimajukan, tapi tidak pernah diwujudkan. Rencana dan proyek memang harus mengikuti ekspansi kota yang berlangsung berabad-abad dan Pemerintah Batavia agak tertinggal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement