REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa pemberian suap terhadap mantan Bupati Buol Amran Batalipu, Siti Hartati Murdaya menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/1).
Dalam pembacaan pembelaannya, Hartati menangis dan meminta majelis hakim membebaskannya karena mengklaim tidak bersalah. "Saya mohon majelis hakim memutuskan dengan kejernihan hati nurani. Saya dengan usia hampir 67 tahun, tidak banyak lagi waktu produktif saya. Mohon dibeirkan kesempatan untuk mengabdi," kata Hartati dalam persidangan di Pengadilan Tipikor.
Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation/ PT Cipta Cakra Murdaya Hartati Murdaya Poo ini meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis yang seadil-adilnya. Hartati meminta hakim membebaskannya dari tuntutan serta memperbaiki nama baik dan kedudukannya di mata masyarakat.
Ia juga sempat menyinggung dengan adanya kasus yang memperkarakan dirinya ini dapat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Kasus Buol, lanjutnya, telah menciptakan keresahan dan ketakutan dunia usaha dalam negeri seperti yang diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton Supit.
Dalam pledoinya yang berjudul “Nota Pembelaan untuk Menemukan Keadilan. Masih Adakah Keadilan? Air Susu Dibalas dengan Air Tuba” itu, Hartati merasa telah berjasa kepada bangsa dan negara. Selaku pengusaha, dia sudah memajukan ekonomi masyarakat Buol yang dianggap sebagai daerah di Indonesia bagian timur yang belum tersentuh investasi.
Menurutnya, uang yang diberikan PT HIP kepada Amran bukanlah suap melainkan bantuan dana kampanye pemilihan kepala daerah (Pemilkada) Buol 2012. Saat itu, Amran tengah maju sebagai calon incumbent di Buol.
Hartati berkilah kalau pemberian uang itu tidak berkaitan dengan kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan karena menurutnya, PT HIP sebenarnya tidak membutuhkan izin yang ditandatangani Amran seusai pemberian uang tersebut.
Sementara itu menurut jaksa, uang Rp 3 miliar yang diberikan Hartati kepada Amran melalui dua anak buahnya tersebut merupakan imbalan karena Amran telah membantu mengurus izin-izin perkebunan PT HIP dan PT CCM.
Saat membacakan pledoinya, Hartati sempat menangis. Dengan suara bergetar, Hartati mengatakan kalau KPK telah mengubah hidupnya. Tangisan Hartati semakin terdengar ketika dia mengeluhkan kehidupan di penjara.
“Sejak Februari 2011, hidup saya terbatas pada ruang tahanan. KPK memisahkan saya dengan karyawan saya, dengan kegiatan usaha saya, dengan kegiatan kerohanian saya, dengan putra putri saya, “ ucapnya sambil mengusap air matanya.