REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Provinsi Bali melarang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk bekerja sebagai pembantu atau asisten rumah tangga di luar negeri.
Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Bali I Wayan Pageh mengungkapkan, aturan tersebut agar TKI asal Bali menempati posisi-posisi yang punya nilai tawar.
"Kami hanya akan menempatkan TKI di sektor formal, di perusahaan-perusahaan," kata Pageh di Denpasar, Bali, Kamis (7/2).
Menurutnya, kebijakan tersebut dilakukan karena banyaknya kasus yang merendahkan para TKW di luar negeri. Sehingga, merendahkan posisi tawar para TKW di luar negeri.
Dikatakannya, kalau bekerja di sektor formal, artinya TKI Bali memiliki ijazah, memiliki kemampuan dan profesionalisme. Dengan demikian, mereka akan dihargai bila mengajukan penawaran gaji atau posisi yang dikehendaki.
Larangan TKI Bali bekerja di di sektor informal ini sebenarnya sudah disampaikan sejak 2005 dan kembali dipertegas oleh surat edaran Gubernur Made Mangku Pastika.
Hingga akhir 2012, Bali mengirim lebih dari 15.000 TKI formal ke luar negeri. Terbanyak adalah mereka yang bekerja sebagai pelaut. Lainnya, bekerja di pusat-pusat kebugaran atau spa. "Karena mereka memiliki keterampilan dan keahlian, makanya bisa mendapatkan gaji yang lumayan,"ungkapnya.
Menurut Pugeg, BP3TKI berkewajiban memberikan perlindungan kepada TKI yang hendak bekrja di luar negeri. Selain perlindungan informasi, juga perlindungan kompetensi, perlindungan administrai, dan perlindungan hukum.
"Untuk perlindungan kompetensi sangat penting, dengan kemampuannya agar TKI lebih dihargai di luar negeri," katanya.