REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan stiker untuk pemberlakuan pembatasan kendaraan melalui nomor polisi ganjil-genap dinilai tidak realistis dan bisa memicu penyalahgunaan wewenang.
"Pemberlakuan stiker berpotensi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oknum petugas kepolisian di lapangan," kata Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Edi Hasibuan di Jakarta, Senin (25/2).
Edi menyatakan, petugas kepolisian tidak mungkin mengamati setiap kendaraan yang melintas, guna menindak pengguna kendaraan yang melanggar.
Edi mendukung langkah pihak Direktorat Lalulintas Polda Metro Jaya yang memberlakukan sistem "Electronic Registration Identification" (ERI) sebagai database kendaraan.
Selanjutnya, pihak kepolisian memberlakukan penegakkan hukum atau bukti pelanggaran (tilang) secara elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement".
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menunggu penyusunan database berupa "Elektronic Registrasion and Identification" (ERI) untuk menunjang pemberlakuan pembatasan kendaraan melalui nomor polisi ganjil-genap.
"Persiapan penyusunan database atau ERI untuk menunjang pembatasan kendaraan nomor ganjil-genap baru mencapai 60 persen," kata Wakil Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Wahyono.
Sementara itu, Dinas Perhubungan DKI Jakarta membutuhkan dana pencetakan stiker nomor polisi ganjil-genap sekitar Rp 12,5 miliar untuk 2,5 juta unit mobil.