REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Penggabungan parpol saat ini hampir sama dengan fusi parpol yang dilakukan pada masa Orde Baru. Penilaian itu disampaikan pengamat pemilu, Said Salahudin dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma).
Penyederhanaan parpol tersebut ia sebut tidak disebabkan kesadaran masing-masing parpol. “Penyederhanaan parpol saat ini dipaksakan oleh pembuat undang-undang," katanya Said di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat, (15/3).
Pembuat undang-undang (DPR), ujar Said, yang notabenenya berasal dari partai-partai besar dan berkuasa sengaja merancang undang-undang yang mempersulit parpol gurem untuk berkompetisi pada Pemilu 2014. Oleh karena itu parpol gurem terpaksa merger agar bisa mengikuti kompetisi dalam pemilu.
Penyederhanaan parpol yang ada, kata Said, juga tidak bagus. Sebab mementingkan kekuatan modal dan kepemilikan kekuasaan. DPR memberikan syarat yang berat untuk menyederhanakan partai. Seharusnya penyederhanaan parpol tidak berbasis pada kekuatan modal.
Menurut Said, penyederhanaan parpol seharusnya berlandaskan semangat anti korupsi. Jika ada beberapa pengurus parpol yang korupsi, maka parpol tersebut tidak boleh mengikuti Pemilu. Itu merupakan sanksi yang sekaligus bersifat menyederhanakan parpol.