REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Faksi Cikeas tengah berada dalam situasi dilematis. Mereka kebingungan soal cara yang paling pas dalam menentukan mekanisme pemilihan ketua umum Partai Demokrat di Kongres Luar Biasa (KLB) akhir Maret. Alih-alih ingin menyelamatkan partai, kesalahan mengambil keputusan bisa berujung perpecahan partai.
“Memang dilematis bagi kubu SBY,” kata pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Gungun Heryanto, Senin (18/3).
Gungun menyatakan, Cikeas takut bila mekanisme pemilihan ketua umum berlangsung terbuka akan tercipta letupan-letupan yang membawa kerugian bagi mereka. Di sisi lain, mekanisme pemilihan secara aklmasi dengan figur yang dipaksakan memungkinkan terciptanya resistensi dari pengurus-pengurus di daerah. “DPD dan DPC belum tentu nyaman dengan kondisi pengendalian,” ujar Gungun.
Langkah Majelis Tinggi memaksakan aklamasi bisa memberi kesan KLB hanya sebatas seremoni berkedok demokrasi. Gungun percaya, upaya-upaya pengondisian Majelis Tinggi pra-KLB untuk aklamasi tidak akan berarti banyak bagi upaya menciptakan konsolidasi partai.
Sebaliknya, upaya pengondisian yang mengecewakan mayoritas kader bisa saja menciptakan arus penentangan terhadap organisasi. Dampak terburuk adalah kemungkinan terjadinya KLB tandingan. “Bisa saja menggelar KLB tandingan. Terlebih jika mereka yang dianggap penyimpang disisihkan dari arus utama Demokrat saat ini,” kata Gungun.