REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Permasalahan sosial yang timbul pada masyarakat hunian tetap (Huntap) di wilayah Cangkringan, belum menjadi kajian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman. Sebab, selama ini pemberdayaan masyarakat hanya sebatas pada peningkatan ekonomi pasca-erupsi Gunung Merapi 2010 lalu.
Sekertaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Kabupaten Sleman, Haru Saptono mengatakan, bahkan upaya tersebut justru mempunyai dampak buruk bagi warga. Pasalnya, dia menambahkan, setelah erupsi, banyak warga yang kehilangan lahan pekerjaanya, maka, di huntap ini lah, kami mengajarkan mereka profesi baru.
"Karena pembangunan huntap berbasis masyarakat, dan mereka yang mengerjakannya mendapat bayaran," kata Heru di ruangannya, Rabu (20/3). Namun dengan adanya jaminan uang tersebut, saat ini, dia mengakui, tingkat gotong royong masyarakat mulai pudar.
Menurutnya, mereka mulai berorientasi pada bayaran atas jasa yang dikerjakan. Berbeda dengan sebelumnya yang dinilai sanggup bekerja tanpa pamrih. Bahkan sekarang ini, kata Heru, hubungan sosial antara warga huntap dan nonhuntap di satu desa mulai mengalami kesenjangan sosial. "Secara tidak sengaja, telah terjadi pemisahan lokasi yang membuat tenggang rasa mereka tidak lagi sekuat dulu," ujarnya.
Untuk itu, Heru menjelaskan, penanganannya pun tidak lagi bisa diambil alih oleh pemerintah. Sebab, perubahan kultur sosial tersebut harus dipikirkan warga secara mandiri, sehingga, tanggung jawab atas kebijakan itu, dapat dijalani sepenuh hati.