REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Kalimantan Selatan, Rudy Ariffin berpendapat sebaiknya gubernur tetap dipilih secara langsung.
Sebab meskipun calon gubernur tersebut memiliki banyak uang untuk bertarung namun tidak punya elektabilitas tinggi, sang cagub juga tidak mungkin menang.
Rudy menuturkan praktek pemilukada secara langsung saat ini memang menimbulkan berbagai dampak negatif. Praktek money politic tak bisa disembunyikan dan bisa dirasakan, meski sulit dibuktikan. Tumbuhnya gejala oligarki, yang ditandai dengan munculnya calon yang berasal dari istri, anak, menantu.
Nilai-nilai etika berpolitik, terang Rudy, semakin merosot. Kepala daerah yang sudah terpilih dua kali, maju lagi menjadi wakil kepala daerah. Birokrasi dikerahkan untuk memberikan dukungan kepada incumbent. “Namun incumbent sendiri sebenarnya tidak selalu menang walaupun ada kecenderungan menang,” katanya di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (21/3).
Namun, ujar Rudy, apakah pemilukada yang dipilih DPRD mampu menjamin kandidat tidak keluar uang. Menurutnya, ini hanya memindahkan uang saja. Kalau sekarang langsung kepada masyarakat, nanti kepada anggota DPRD.
Sisi positif dari pemilukada secara tidak langsung, terang Rudy, memang mengeliminasi berbagai sikap anarkis para pendukung calon kepala daerah. Selain itu biaya politik memang lebih kecil dari pada yang ada saat ini.
Menurut Rudy, sebaiknya hanya bupati dan walikota yang dipilih oleh DPRD dengan syarat memenuhi kompetensi. Wakil kepala daerah ada atau tidaknya juga tergantung kebutuhan. Masyarakat dengan penduduk dua juta tidak perlu ada wakil.
Ini, ujar Rudy, juga perlu dipikirkan agar tidak terjadi pecah kongsi antara kepala daerah dan wakilnya. Menghindari politik rivalitas harus dilakukan. Sebab ada juga kepala daerah dan wakilnya tidak saling tegur, sikap ini menghambat pembangunan.