Rabu 27 Mar 2013 17:09 WIB

Irman: Seharusnya DPD Setara dengan DPR

Rep: Dyah Ratna Metha Novia/ Red: Heri Ruslan
Anggota DPR dan DPD RI mengikuti Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Anggota DPR dan DPD RI mengikuti Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki hak yang setara dengan DPR untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait daerah.

“Seharusnya DPD setara dengan DPR sejak dulu, dengan adanya keputusan MK, maka DPD bisa bekerja lebih tenang,” katanya di Jakarta, Rabu, (27/3).

 

Dalam proses legislasi, terang Irman, sudah seharusnya melibatkan tiga lembaga negara yakni DPR,DPP, dan presiden. DPD penting memiliki kesetaraan dengan DPR sebab tanpa adanya daerah-daerah yang tersebar di nusantara yang bersatu maka NKRI tidak mungkin terbentuk.

Selama ini, ujar Irman, memang terdapat kesan adanya ketidaksetaraan antara DPR dengan DPD. Ini terjadi  akibat adanya kontraksi gengsi politik di dalam  legislasi saat pembuatan undang-undang yang mengatur kewenangan MPR, DPR, DPD. “Keputusan MK meluruskan kembali kewenangan DPD,” ujarnya.

Perlu disadari, kata Irman, DPD itu merupakan perwujudan dari Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera pada zaman dahulu. Berangkat dari filosofi tersebut sudah seharusnya DPD memiliki kesetaraan dengan DPR.

DPD sendiri, terang Irman, memang dibentuk untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Sehingga dengan keputusan MK ini diharapkan DPD semakin giat dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat di daerahnya.

 

“DPD juga harus semakin percaya diri dalam  proses legislasi, ini merupakan angin segar bagi  perjuangan kepentingan daerah,” terangnya.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement