REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dilakukan secara voting, setelah proses aklamasi menemui jalan buntu. Wakil Ketua MK Achmad Sodiki mengatakan, pelaksanaan musyawarah untuk mencapai mufakat berlangsung alot setelah tiga orang sama-sama ingin maju. Yaitu Akil Mochtar, Hamdan Zoelva, dan Harjono.
Karena tidak menemukan kesepakatan, pemilihan dilakukan secara terbuka. "Mau bagaimana lagi, voting dipilih setelah ketiga hakim ingin maju dalam pemilihan," kata Sodiki di gedung MK, Rabu (3/4).
Pada putaran pertama, Akil meraih empat suara, Hamdan dan Harjono masing-masing mendapat dua suara dan satu suara untuk Arief Hidayat. Karena perolehan suara belum melebihi 50 persen plus satu, dilangsungkan pemilihan tahap kedua. Untuk menentukan lawan Akil, sembilan hakim konstitusi memilih kedua hakim itu. Hasilnya, Harjono mendapat empat suara, Hamdan tiga suara, satu suara absain dan satu suara tidak sah.
Proses pemilihan putaran kedua berakhir setelah Akil dinyatakan unggul dengan koleksi tujuh suara, berbanding dua suara untuk Harjono. Mengetahui lawannya menang, Harjono seketika merangkul Akil. Otomatis mantan politisi Partai Golkar tersebut menjadi ketua MK ketiga sepeninggal Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD. Proses pelantikan dan pengucapan sumpah Akil sebagai ketua MK dijadwalkan, Jumat (5/4), di depan delapan hakim konstitusi.
Akil berpendapat, jabatan ketua hanya berfungsi sebagai koordinator, bukan seorang komandan. Sehingga, tugasnya hanya melakukan mengkoordinasi delapan hakim konstitusi lain dalam menjalankan lembaga. "MK itu kolektif kolegial. Namun kadang-kadang apa yang dilakukan ketua itu merepresentasikan lembaga ini," katanya.