REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Penanganan kontra terorisme di Indonesia masih dinilai lebih lunak dibanding negara-negara lain.
Deputi Kerjasama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Harry Purwanto menjelaskan, penilaian tersebut didapatkan pada pertemuan permulaan APEC di Surabaya, Ahad (7/4).
Ketimpangan kemampuan 21 negara Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dalam penanganan kontra terorisme menjadi isu penting yang dibahas. Beberapa negara Asia-Pasifik diakui masih memiliki kemampuan penanganan kotra terorisme yang belum begitu baik di banding beberapa negara lain.
Harry menjelaskan, pembahasan mencakup bagaimana membuat capacity building dan menyamakan kemampuan 21 negara mengatasi ancaman terorisme. "Negara Asia-Pasifik saat ini memiliki kemampuan kontra terorisme yang timpang," ujarnya kepada wartawan di sela pertemuan Counter Terrorism Task Force (CTTF) di Hotel JW Marriott.
Pada pertemuan awal ini, setiap negara membuat laporan Counter Terrorism Action Plan (CTAP). Dalam laporan itu, setiap negara memberikan apa yang dibutuhkan, diinginkan dan apa yang bisa diberikan. Nanti, jelas dia, laporan CTAP itu akan dipertukarkan, bagi negara yang mampu ke negara yang belum mampu.
Ia mengungkapkan, dari pertemuan CTTF ini, 21 negara mengakui posisi Indonesia sebagai negara yang memiliki kemampuan kontra terorisme yang sudah sangat baik dan disamakan dengan negara-negara maju.
Beberapa negara, ungkap Harry, bahkan memandang Indonesia memiliki kelebihan dalam kontra terorisme dengan pendekatan yang lebih lunak, dibanding negara maju.
Penanganan kontra terorisme yang menekankan deradikalisasi dan menyeret pelaku terorisme ke jalur hukum membuat Indonesia memiliki kelebihan dibanding negara lain. "Eropa dan Amerika yang menggunakan pesawat tempur dan drone," ujarnya.