REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang Pemilu Presidan (RUU Pilpres) kembali tertunda. Rapat pleno yang digelar Badan Legislasi DPR menemui jalan buntu lantaran partai politik belum menemui titik temu dalam sejumlah permasalahan.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera misalnya menilai RUU Pilpres tidak perlu buru-buru disahkan. Pasalnya ada beberapa pasal yang mesti didalami dan dirubah.
"Misalnya isu rangkap jabatan. Sumber dana kampanye. Dan sebagainya," kata anggota Baleg FPKS, Indra dalam rapat pleno di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (10/4).
Indra menyatakan persoalan-persoalan tersebut berpengaruh besar dalam penyelenggaraan Pilpres. Soal rangkap jabatan dan dana kampanye misalnya, berpengaruh terhadap proses pencitraan setiap kandidat di media massa.
"Perubahan RUU Pilpres adalah keniscayaan," ujar Indra.
Sementara itu anggota Baleg Fraksi Gerindra, Martin Hutabarat menyatakan fraksinya masih keberatan dengan angka ambang batas pencalonan presiden (Presidential Thereshold) yang tercantum di RUU Pilpres. Menurutnya angka presidential thereshold yang terlalu tinggi bisa menghambat hadirnya capres alternatif.
"Mungkin hanya ada satu atau dua orang saja yang menjadi capres," katanya.
Martin berharap Baleg bisa menghasilkan rumusan RUU Pilpres yang terbaik bagi masyarakat. Baleg tidak boleh menafikan aspirasi masyarakat yang mengingin capres alternatif. "Keputusan yang terbaik adalah merespon masyarakat. Aspirasi masyarakat adalah perubahan," kata Martin.
Mendengar sejumlah usulan yang sulit untuk segera disepakati, pimpinan rapat Dimyati Natakusumah akhirnya memutuskan menunda rapat. Baleh masih akan melakukan pendalaman terhadap sejumlah persoalan yang menjadi keberatan fraksi-fraksi.
"Hasil kesimpulan rencana perubahan UU no.42 tahun 2008 ini ditunda untuk didalami dan saya berharap Panja untuk melakukan pendalaman," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan ini.