Rabu 10 Apr 2013 18:33 WIB

Kompensasi BBM Diminta Tak Hanya untuk Si Miskin

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Mansyur Faqih
 Sejumlah kendaraan antre mengisi bahan bakar jenis pertamax akibat habisnya BBM bersubsidi di salah satu SPBU di jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, Senin (26/11). (Republika/Agung Fatma Putra)
Sejumlah kendaraan antre mengisi bahan bakar jenis pertamax akibat habisnya BBM bersubsidi di salah satu SPBU di jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, Senin (26/11). (Republika/Agung Fatma Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta menilai pemerintah perlu memberikan kompensasi kepada seluruh lapisan masyarakat jika harga BBM bersubsidi dinaikkan. Karena, kenaikan harga BBM bersubsidi jelas memiliki dampak inflasi yang tidak hanya diderita oleh masyarakat miskin. Melainkan masyarakat yang menengah atas. 

"Harus jelas kompensasinya," tutur Arif kepada Republika, Rabu (10/4).  

Menurutnya, menjadi salah jika pemerintah hanya memberikan kompensasi kepada masyarakat miskin. Sebab, pada pasal 34 UUD 1945, perlindungan negara terhadap masyarakat miskin, dalam hal ini fakir miskin dan anak-anak terlantar merupakan suatu keniscayaan. Artinya, pemberian kompensasi kepada masyarakat miskin tidak perlu menunggu kenaikan harga BBM bersubsidi. 

Mengenai bantuan langsung tunai, ia menyebut itu tidak tidak sebanding dengan dampak kenaikan harga yang ditimbulkan. "Intinya, keputusan yang nantinya diambil harus direncanakan dengan baik," kata politisi PDI Perjuangan tersebut.

Arif menyebut ada penanganan yang salah terkait manajemen konsumsi BBM bersubsidi. Sebab, dari disparitas harga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi tidak disikapi dengan bijak. Tidak ada mekanisme disinsentif bagi pengguna BBM bersubsidi dan insentif bagi pengguna BBM nonsubsidi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement