REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat energi Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menilai opsi dua harga BBM bersubsidi lebih baik dibanding pembatasan.
"Katakanlah premium itu harga keekonomiannya Rp 9.500 per liter, dinaikkan untuk yang mampu hingga Rp 7 ribu. Saya rasa ini baik," tegasnya saat dihubungi Republika, Jumat (12/4).
Ia yakin usulan ini efektif untuk menekan laju konsumsi BBM bersubsidi. Kenaikan 30 persen, ujarnya, bisa cukup signifikan menekan anggaran.
Meski demikian, dasar hukum tetap harus dibuat. Alasannya, berdasarkan UU, RI hanya mengenal dua BBM yakni subsidi dan non subsidi.
Mekanisme teknis di lapangan juga harus ditata rapi. Soal pembagian kuota BBM bersubsidi kelompok kaya dan tak mampu harus dihitung dengan teliti.
"Apalagi selama ini SPBU seperti milik Pertamina, tak pernah merekam siapa pengguna BBM itu. Beda dengan SPBU milik perusahaan lain seperti Shell," ujarnya. Karenanya sistem teknologi ke depan amat perlu untuk mendapatkan data valid pengguna BBM.