REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) ikut menyoroti kontroversi Pasal 46 huruf f Peraturan KPU (PKPU) Nomor 1/2013 tentang Kampanye. Ini terkait pencabutan izin terhadap peyelenggaraan penyiaran atau penerbitan media cetak. Menurut Ketua MK Akil Mochtar, aturan pencabutan itu memang dibolehkan, tapi merupakan ancaman maksimal.
Kalau melakukan pelanggaran pertama, sanksinya dimulai dengan teguran. Kalau sudah melanggar berkali-kali sangat mungkin dilakukan pencabutan. Dengan catatan, yang dilakukan bukan sampai pencabutan izin perusahaan, melainkan siarannya saja.
Ia mencontohkan salah satu stasiun televisi swasta yang pemiliknya merupakan ketua umum partai dan setiap hari tampil melakukan kampanye. "Nah, itu dia bisa dicabut. Kalau tidak begitu, stasiun televisinya tidak takut-takut. Tapi, itu kelasnya peraturan KPU," ujar Akil, Jumat (12/4).
Ia mengusulkan, kalau aturan itu dibolehkan Dewan Pers. Namun, dianggap tidak berkenan dan diminta diuji ke pengadilan umum atau pengadilan tata usaha negara (PTUN). Sehingga, kalau ke MK itu terlalu tinggi, karena bukan undang-undang.
Menurut Akil, prinsipnya yang harus disadari jangan sampai mengekang kebebasan pers dan hak orang untuk mendapatkan informasi yang cukup. Meski begitu, sambungnya, kebebasan itu jangan sampai dijadikan alasan untuk bisa semena-mena.
"Jangan dilihat dari perspektif peraturannya saja, tapi dilihat dari perspektif keadilannya," ujar Akil.